Untuk para penambang batu bara Indonesia, penetapan royalti yang tinggi ini datang pada waktu yang tidak menguntungkan (meskipun rencana ini masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Ekonomi Indonesia) karena harga batubara global telah - kurang lebih - berkurang menjadi setengahnya sejak 2011, dan membatasi keuntungan perusahaan-perusahaan pertambangan batubara. Dalam rangka mendukung perusahaan-perusahaan pertambangan, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta Pemerintah untuk menunda pemberlakuan royalti yang lebih tinggi sampai harga batubara melewati angka 80 dollar Amerika Serikat (AS) per ton (dari sekitar 72 dollar AS pada saat ini). APBI menjelaskan lebih lanjut bahwa banyak perusahaan memasuki indusstri pertambangan di Indonesia di tahun 2010-2011 ketika outlook masa depan industri pertambangan batubara tampak sangat menguntungkan (dan harga batu bara masih tinggi). Perusahaan-perusahaan ini kemudian meminjam modal untuk berinvestasi di bisnis batubara mereka. Namun, di tengah ekonomi global yang melambat (memicu penurunan harga batubara), perusahaan-perusahaan ini, terutama perusahaan-perusahaan kecil, mengalami kesulitan untuk membayar hutang setelah produksi batu bara mereka dimulai. Harga batu bara diduga akan membutuhkan setidaknya dua tahun sebelum pulih. Namun, Pemerintah tidak akan menyediakan bantuan khusus untuk perusahaan-perusahaan ini.

Royalti Batu Bara Indonesia:

Coal Type Current Royalties Proposed Royalties
< 5,100 cal/gr             3%               7%
5,100 - 6,100 cal/gr             5%               9%
> 6,100 cal/gr             7%             13.5%

R. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, mengatakan bahwa dampak dari ancaman royalti yang lebih tinggi akan terutama dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi batubara kalori rendah. Batubara di Indonesia, negara pengekspor batubara termal terbesar di dunia, kebanyakan adalah tipe kalori rendah. Total produksi batubara diharapkan untuk mencapai 425 juta metrik ton di 2015.

Dari perspektif pemerintah, penyesuaian-penyesuaian untuk sektor batubara domestik dibutuhkan untuk meningkatkan pengawasan dan pendapatan. Peningkatan aliran pendapatan dibutuhkan karena pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo membutuhkan dana untuk meningkatkan perkembangan ekonomi dan sosial dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi kembali ke 7% (y/y). Pada 2014, PDB melambat menjadi 5,02% (y/y), fase paling lambat dalam 5 tahun terakhir. Terlebih lagi, Pemerintah pusat berniat untuk meningkatkan pengawasan (pada saat ini pengawasan sektor pertambangan sebagian besar dilakukan oleh pemerintah daerah) karena Pemerintah pusat telah kehilangan pajak dan pemasukan royalti akibat pengapalan ilegal dan korupsi. Pada akhir tahun lalu, Sukhyar mengatakan bahwa setiap tahunnya sekitar 30-40 juta ton (dengan total nilai lebih dari 1 miliar dollar AS) batubara telah dikapalkan secara ilegal dari wilayah-wilayah kaya batubara seperti Kalimantan dan Sumatra. Terlebih lagi, sekitar 10-15% dari para penambang batubara di Indonesia diduga telah melanggar aturan-aturan hukum mengenai pembayaran pajak dan royalti.

Royalti yang lebih tinggi akan diberlakukan pada para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), sementara perusahaan-perusahaan batu bara yang lebih tua (dan lebih besar), yang masih bekerja di bawah Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) tidak dipengaruhi oleh perubahan ini. Perusahaan-perusahaan generasi lebih tua ini termasuk Bumi Resources dan Berau Coal Energy. Pemerintah mengharapkan bahwa pendapatan bukan pajak dari sektor tambang dan mineral akan naik menjadi Rp 52,2 triliun di 2015, dari Rp 35,4 triliun di tahun lalu.

Di tengah lemahnya harga batubaru (dan sedikit tanda-tanda pemulihan) APBI menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengurangi jumlah produksi dan ekspor batubara dalam rangka menaikkan harga, sekaligus mengamankan cadangan masa depan batu bara untuk pembangkit-pembangkit listrik domestik. Tahun lalu, Pemerintah mencoba membatasi produksi batubara di angka 400 juta ton. Namun, para pemain domestik berusaha mengatasi pelemahan harga dengan memproduksi lebih banyak batu bara (dan karena itu memberikan lebih banyak tekanan sehingga harga batu bara semakin menurun) sehingga target ini tidak tercapai.

Produksi, Ekspor dan Konsumsi Batu Bara di Indonesia:

     2007    2008    2009    2010    2011    2012    2013    2014
Production     217     240     256     275     353     383     421     435
Export     163     191     198     208     272     304     349     359
Domestic      61      49      56      67      80      79      72      76

dalam juta ton
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources

Lanjut Baca:

News from Indonesia’s Coal Mining Industry: Production & Export
Coal Mining Industry Indonesia: Higher Royalties for IUP-Holders
Illegal Coal Shipments from Indonesia Form a Persistent Problem
Coal Mining in Indonesia: Safeguarding Future Energy Sources
Indonesia Coal Update: Export, Production and New License System
Overview of the Coal Mining Industry in Indonesia

Bahas