Laporannya, berjudul “In It Together: Why Less Inequality Benefits All”, OECD menyatakan bawa di kebanyakan negara anggota OECD ketidaksetaraan pendapatan mencapai rekor tinggi dan lebih tinggi lagi di negara-negara berkembang. Menurut perhitungan OECD, 10% terkaya dari populasi di OECD kini mendapat pendapatan 9,6 kali lipat pendapatan dari 10% termiskin. Ini jelas naik dari perbandingan 7:1 di 1980an dan 9:1 di 2000an.

Bahkan OECD, sebuah lembaga pengawas global, menyatakan bahwa kita telah mencapai titik puncak karena kekayaan saat ini bahkan semakin terkonsentrasi di puncak dibanding pendapatan, karenanya secara keseluruhan memperburuk kekurangan dari rumah tangga-rumah tangga berpendapatan rendah.

Melalui perbaikan pengumpulan pajak dan belanja pemerintah yang ditargetkan dengan lebih baik, pemerintah memegang kunci untuk memperbaiki situasinya. Meskipun begitu, laporan ini mengklaim bahwa efektivitas dari mekanisme redistribusi telah melemah di banyak negara di beberapa dekade terakhir.


Penelitian baru yang diadakan Grant Thornton juga menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender di Indonesia adalah sebuah masalah besar. Dilaporkan, bahwa proporsi dari posisi-posisi kepemimpinan bisnis oleh wanita telah jatuh di bawah rata-rata global (22%), menyentuh rekor terendah baru yaitu 20% (dari 41% di 2014) dan juga berada di bawah negara-negara tetangganya Thailand (27%), Singapura (23%), dan Malaysia (22%). Menurut laporan kewajiban sebagai orangtua, kewajiban atau tekanan keluarga, struktur yang tidak memadai untuk wanita, dan bias gender dirasakan membatasi perempuan untuk meningkat ke posisi manajemen senior di Indonesia.

Johanna Gani, Managing Partner di Grant Thornton Indonesia, mengatakan bahwa budaya Indonesia dipengaruhi kuat oleh hierarki dan masyarakat patriarki, yang menghambat perempuan untuk mencapai posisi eselon tinggi di dunia bisnis.

Bahas