Dalam penerbitan ORI011, pemerintah mentargetkan bisa menyerap dana masyarakat sebesar Rp20 triliun. Target tersebut juga sama persis dengan yang ditetapkan pemerintah pada ORI010. Seperti pada penerbitan sebelumnya, pemberlakuan holding period selama satu bulan juga dilakukan. Artinya, investor sukuk baru bisa memindahbukukan atau menjual di pasar sekunder setelah sebulan masa settlement atau setelah 15 November mendatang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan  optimis ORI akan disambut hangat oleh masyarakat. Pasalnya,ORI merupakan investasi aman yang dijamin negara. Tingkat kupon yang ditawarkan juga lebih besar dari pada Bank Indonesia (BI) rate saat ini yakni 7,5%.

Untuk menawarkan ORI011, pemerintah akan menggandeng 21 agen penjual yang terdiri dari 18 bank serta tiga perusahaan sekuritas. Agen penjual juga akan melakukan road show di 35 kota untuk mensosialisasikan penawaran sukuk. Road show terutama akan dilakukan di wilayah timur Indonesia seperti Ambon dan Jayapura.

ORI merupakan instrument pembiayaan yang diterbitkan khusus untuk investor retail/perorangan. Selain ORI, pemerintah juga menerbitkan instrument lain untuk menggaet investor retail yaitu sukuk negara ritel, saving bond serta surat utang negara (SUN) valas untuk pasar domestic.

ORI biasanya diterbitkan setahun sekali, kendati pada tahun 2007 dan 2008 diterbitkan sebanyak dua kali. Dalam 10 penerbitannya, ORI bisa dibilang selalu disambut hangat investor. Hal tersebut ditandai dengan total penerbitan yang jauh di atas target nya. Pengecualian terjadi pada penerbitan ORI005 di mana total penerbitan jauh di bawah targetnya.

Jumlah investor ORI terbilang sangat fluktuatif, terutama jumlah investor baru.  ORI005 yang diterbitkan pada tahun 2008 mengalami penurunan peminat sangat tajam. Kondisi tersebut dipicu oleh tingginya bunga deposito perbankan saat itu serta tenor yang panjang ( 5 tahun) sehingga investor lebih memilih investasi di instrument perbankan. Pemerintah pun kemudian memperpendek tenor  dari lima menjadi tiga tahun.

Dalam dua penerbitan terakhir (ORI009 dan ORI010), ORI sangat diburu investor. Kondisi tersebut setidaknya tercermin dari banyaknya investor yang masuk, terutama investor baru masing masing 16.107 dan 26.824.

Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI):

 ORI   Year
   Coupon (%)    Maturity Date
Investment
(in trillions)
  Number of
   Investors
     New
  Investors
 001   2006         12,05      08-08-2009   IDR 3.28      16,561     16,561
 002   2007          9,28      28-03-2010   IDR 6.233      13,158     10,372
 003   2007          9,40      12-09-2011   IDR 9.367      22,837     16,692
 004   2008          9.50      12-03-2012   IDR 13.455      37,724     26,089
 005   2008         11,45      15-09-2013   IDR 2.71      14,001     10,983
 006   2009          9,35      15-08-2012   IDR 8.54      24,433     14,601
 007   2010          7,95      15-08-2013   IDR 8.0      17,705     10,959
 008   2011          7,30      15-10-2014   IDR 11.0      15,372     10,410
 009   2012          6,25      15-10-2015   IDR 12.68      25,293     16,107
 010   2013          8,50      15-10-2016   IDR 20.2      38,860     26,824
 011   2014          8,50      15-10-2017      

Kendati demikian, jumlah investor ORI masih jauh dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, atau bahkan jumlah masyarakat kelas menengah yang diperkirakan mencapai 45 juta jiwa. Fakta tersebut mencerminkan pasar keuangan Indonesia yang masih jauh dari kata inklusif. Padahal, dengan pendapatan per kapita yang terus meningkat serta jumlah penduduk besar, obligasi retail seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menambah pembiayaan.

Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB)’s Asia Asia Bond Monitor Maret 2014 disebutkan per Desember 2013, total outstanding ORI hanya Rp43,8 triliun atau 4,4% dari total outstanding utang Indonesia.

Rendahnya investor retail domestic tersebut merupakan salah satu penyebab mengapa pasar keuangan Indonesia begitu rentan dengan gejolak global. Rata-rata kepemilikan asing di portofolio obligasi Indonesia mencapai 34%. Jika ada gejolak global maka resiko outflow sangat besar sehingga pasar keuangan goyang, rupiah melemah dan yield pun meningkat tajam.

Merujuk pada penerbitan surat utang negara (SUN) dalam dua bulan terakhir, investor terutam asing memang masih sangat meminati obligasi Indonesia. Hal tersebut tercermin dari tingginya permintaan yang masuk setiap kali lelang SUN hingga oversubscribed bisa mencapai 4-7 kali. Contohnya, pada penerbitan Global Sukuk, September kemarin kemarin, oversubscribed mencapai 6,7 kali.

Menteri Keuangan M.Chatib Basri berkali-kali mengingatkan bahwa Indonesia harus mewaspadai tingginya investor asing dalam portofolio utang. Di satu sisi, tingginya minat investor asing menunjukan bahwa mereka optimis dengan kondisi perekonomian Indonesia. Namun, di sisi lain ada kerentanan terkait outflow. Karena itulah, pemerintah terus meningkatkan upaya agar jumlah investor domestic dalam portofolio obligasi Indonesia terus meningkat.

 Sayangnya, upaya pendalaman investor domestic, terutama investor retail, masih terhalang sejumlah kendala dari belum meleknya masyarakat Indonesia mengenai investasi, sosialisasi yang kurang  hingga produk yang masih terbatas. Investor retail juga masih terkonsentrasi di wilayah Indonesia Bagian Barat, terutama Jakarta dengan prosentase mencapai 55% sedangkan wilayah Indonesia Timur masih di bawah 10%.

Sejauh ini, pemerintah baru memiliki empat instrument untuk menggaet investor retail yaitu ORI, sukuk negara ritel, saving bond serta surat utang negara (SUN) valas untuk pasar domestic.

Dari  ke empat instrument, ORI dan sukuk negara ritel masih menjadi andalan. Sama dengan ORI, sukuk negara ritel juga sangat diminati seperti yang tercermin dalam jumlah penerbitan yang terus meningkat serta investor yang bertambah. Sayangnya, penerbitan  SUN valas dan saving bond untuk pasar domestic justru kurang diminati. Pada penerbitan SUN valas perdana, dari target indikatif yang ditargekan sebesar USD450 juta, pemerintah hanya menyerap SUN valas sebesar USD190 juta atau hanya 42,2% dari target.  Sementara itu, pada penerbitan perdana saving bond Mei lalu, pemerintah hanya bisa menyerap dana masyarakat sebesar Rp2,39 triliun dari target yang dikejar sebesar Rp2,5 triliun.

Bahas