Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) saat ini mengadakan penelitian untuk memeriksa apakah para penambang di negeri ini patuh melakukan pembayaran (royalti dan pajak) dan juga memenuhi peraturan-peraturan lingkungan hidup. Kementerian ESDM juga meneliti apakah aktivitas-aktivitas penambang tidak tumpang tindih dengan izin/area pertambangan lain.

Menurut Kementerian, saat ini ada 10.432 pemegang IUP aktif di industri pertambangan Indonesia. Kendati begitu, hanya 6.156 yang telah memenuhi persyaratan status “clean-and-clear”.

Dilaporkan, kira-kira ada 2.000 tagihan pajak (termasuk royalti, iuran tetap, sewa tanah, dan tarif penjualan batubara), dengan total kombinasi bernilai Rp 10 triliun, yang masih perlu diselesaikan di industri pertambangan Indonesia. Kementerian ESDM bertemu dengan KPK pada hari Rabu (02/09) untuk mendiskusikan posisi hukum dari tagihan-tagihan yang belum dibayar ini yang berasal dari periode 2001-2011.

Bambang Gatot, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, tidak menyebutkan nama-nama perusahaan pertambangan yang masih berhutang kepada Pemerintah. Kementerian ini akan mengirimkan, pada awalnya, tiga surat peringatan sebelum memberlakukan sanksi. Juga tidak diungkapkan apakah ini mencakup perusahaan-perusahaan pertambangan yang sudah beroperasi secara komersial atau masih dalam tahap eksplorasi.

Menurut data terakhir dari Kementerian ESDM, pendapatan non-pajak dari sektor pertambangan berjumlah Rp 19,7 triliun di delapan bulan pertama tahun 2015, atau kira-kira 37,7% dari target setahun penuh 2015, sehingga kecil kemungkinan bahwa target setahun penuh akan dapat tercapai.

Indonesia adalah salah satu eksportir utama dunia untuk batubara, nikel, dan timah. Meskipun begitu, sejak boom komoditi berakhir di akhir 2000an, para penambang telah melihat kejatuhan angka keuntungan dan pendapatan. Perekonomian global yang lambat (terutama disebabkan oleh penurunan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok) telah menyebabkan rendahnya harga komoditi. Bulan lalu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan bahwa hampir 80% penambang batubara Indonesia telah menghentikan produksi karena margin biaya mereka telah menjadi negatif.

Bahas