Namun, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mungkin akan bertambah setelah Presiden Barack Obama menandatangani peraturan hukum baru mengenai tarif impor AS.

Pada awal minggu ini Obama menandatangani peraturan hukum yang menyediakan sebuah dasar hukum untuk pengurangan tarif impor untuk beberapa produk, termasuk produk tertemtu dari Indonesia. Pengurangan tarif impor ini termasuk dalam kategori generalized system of preference (GSP). Program ini, diperkenalkan di 1976, bertujuan untuk mendukung negara-negara berkembang dengan mengurangi beacukai dan pajak impor untuk hampir 5.000 produk dari 123 negara. Indonesia diduga sebagai penerima keuntungan terbesar ke-4 dari program GSP setelah India, Thailand dan Brazil. Meskipun begitu, pada 31 Juli 2013, program GSP berakhir dan tidak diperpanjang masa berlakukanya. Membutuhkan sebuah proses politik yang panjang di Kongres AS sebelum Presiden Obama akhirnya menandatangani peraturan hukum baru yang menyatakan bahwa program GSP AS ditetapkan untuk mulai berlaku lagi pada 29 Juli 2015 dan akan berlaku sampai 31 Desember 2017.

Menurut Menteri Perdagangan Indonesia, produk-produk Indonesia yang telah diuntungkan dari program GSP AS termasuk ban radial, produk kayu, sarung tangan, instrumen musik, porselen, ban, produk minyak sawit, perhiasan dan alas kaki. Gusmardi Bustami, seorang pejabat dari Kementerian Perdagangan, memprediksi bahwa ekspor barang-barang manufaktur Indonesia ke AS mungkin akan naik antara 10%-20% setelah penandatanganan peraturan hukum tersebut. Tahun lalu, Indonesia mengekspor produk-produk senilai 19,4 miliar dollar AS, naik 0,8% dari ekspor di 2013. Di lima bulan pertama di 2015, ekspor Indonesia ke AS bernilai total 6,4 miliar dollar AS, turun 0,84% dari periode yang sama di tahun lalu.

Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia jatuh 15,2% menjadi 12,6 miliar dollar AS di bulan Mei 2015, sementara impor Indonesia jatuh 21,4% (y/y) menjadi 11,6 miliar dollar AS, bulan ke-8 secara berturut-turut untuk kejatuhan impor dan ekspor. Hal ini menandakan lemahnya permintaan global dan domestik. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan bulan lalu bahwa ekspor Indonesia di 2015 diprediksi akan jatuh 14% menjadi 151,6 miliar dollar AS, sebuah kejatuhan yang tajam dari proyeksi awal bank sentral untuk pertumbuhan ekspor negatif 11%. Di 2014, ekspor Indonesia jatuh 3,43% pada basis year-on-year (y/y)menjadi 176,3 miliar dollar AS.

Bahas