Kecepatan pertumbuhan 4,71% (y/y) di kuartal 1 tahun 2015 berarti bahwa trend perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia - yang dimulai dari 2011 - berlanjut ke 2015 meskipun ada harapan besar bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo bisa mengubah arah trend ini. Pemerintah menerapkan target pertumbuhan PDB pada 5,7% (y/y) di APBN 2015 namun saat ini kemungkinan besar target pertumbuhan ini tidak akan tercapai. Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada sekitar 5,2% (y/y) di 2015. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan PDB 2015 sebesar 5,3% (y/y). Target pertumbuhan PDB yang lebih realistis akan membuat keadaan-keadaan menjadi lebih kredibel untuk investor-investor asing.

Pada basis kuartal, PDB mengalami kontraksi 0,18% dari kuartal sebelumnya. Sejak kuartal terakhir di tahun lalu, BPS menggunakan PDB 2010 sebagai basis untuk penghitungan PDB.


Ekspor Indonesia yang Lemah

Karena perlambatan pertumbuhan ekonomi, permintaan untuk produk-produk Indonesia telah menurun. Harga-harga komoditi telah menurun tajam di tahun-tahun terakhir dan Indonesia - pengekspor komoditi yang besar - telah merasakan dampak-dampak yang negatif. Melambatnya perluasan ekonomi di Republik Rakyat Tionghoa (RRT), negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, terutama berdampak pada performa ekspor Indonesia karena ekspor untuk RRT berkontribusi untuk hampir sepersepuluh dari total ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekonomi RRT melambat dari 7,4% (y/y) di kuartal ke-4 tahun 2014 menjadi 7,0% (y/y) di kuartal 1 tahun ini. Sementara itu, mitra dagang penting yang lain, Singapura, mengalami kecepatan pertumbuhan ekonomi yang melambat menjadi 2,1% (y/y) di kuartal 1 tahun 2015 dari 4,9% (y/y) di kuartal sebelumnya.

Akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi oleh mitra-mitra dagang yang penting, performa ekspor Indonesia telah melemah sejalan dengan itu. Di kuartal 1 tahun 2015, ekspor Indonesia jatuh 11,7% (y/y) menjadi 39,1 miliar dollar AS. Kendati performa ekspor melemah, Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan sebesar 2,43 miliar dollar AS di tiga bulan pertama di 2015 karena permintaan domestik untuk impor juga melemah dan yang menandakan berkurangnya aktivitas ekonomi di Indonesia.


Pertumbuhan PDB Triwulanan Indonesia 2009-2015 (annual % change):

Tahun     Kuartal I
   Kuartal II    Kuartal III    Kuartal IV
 2015        4.71
 2014        5.14        5.03         4.92         5.01
 2013        6.03        5.81         5.62         5.72
 2012        6.29        6.36         6.17         6.11
 2011        6.45        6.52         6.49         6.50
 2010        5.99        6.29         5.81         6.81
 2009        4.60         4.37         4.31         4.58

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Ketergantungan yang berlebihan pada ekspor komoditi bahan mentah (mengimplikasikan bahwa Indonesia sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga-harga komoditi) adalah salah satu alasan mengapa pemerintah Indonesia memperkenalkan aturan-aturan yang lebih ketat di sektor sumberdaya alam (contohnya dengan melarang ekspor bahan mineral mentah melalui Undang-Undang Pertambangan 2009 dan sebaliknya memaksa para penambang melakukan penyulingan - menambah nilai - komoditi-komoditi ini di dalam negeri sebelum ekspor diizinkan). Kendati begitu, Indonesia saat ini tidak memiliki kapasitas smelting domestik yang cukup, aturan-aturan yang lebih ketat ini malah menempatkan lebih banyak tekanan pada performa ekspor Indonesia.

Karena performa ekspor Indonesia diprediksi akan tetap lemah untuk jangka waktu mendatang, Presiden Widodo memandang pembangunan infrastruktur dan investasi lain (asing dan domestik) sebagai pendorong-pendorong utama dari pertumbuhan ekonomi di periode mendatang. Meskipun pasar telah kecewa dengan jumlah proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang baru dimulai dalam periode dua kuartal sejak Widodo menjadi presiden, diprediksi bahwa kita akan mulai melihat lebih banyak proyek-proyek infrastruktur di kuartal 2 tahun 2015.

Oleh karena itu, kebanyakan analis juga memperkirakan bahwa perlambatan ekonomi Indonesia saat ini telah mencapai level terendah dan akan mengalami akselerasi dari sini ke masa mendatang. Kendati begitu, akselerasi jenis ini tidak akan terjadi dengan cepat namun lebih mungkin untuk mendekati batasan 5% (y/y) di beberapa kuartal selanjutnya.


Tingkat Suku Bunga Indonesia yang Relatif Tinggi

Selain dari ekspor yang lemah akibat perlambatan ekonomi global, 'halangan' lain untuk pertumbuhan ekonomi adalah sikap bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) yang tetap memegang tingkat suku bunga relatif tinggi dengan tingkat acuan pada 7,50% dan karenanya membatasi daya beli masyarakat. Kendati begitu, karena inflasi yang tinggi (6,79% y/y di April 2015), defisit transaksi berjalan yang besar, dan ancaman capital outflow menjelang kenaikan suku bunga AS, Bank Indonesia tidak bisa memotong suku bunganya secara drastis untuk mendukung percepatan ekonomi domestik.

Jawa, pulau dengan populasi paling tinggi di Indonesia dan pusat dari politik nasional, masih tetap menjadi kekuatan ekonomi dominan di negara kepulauan ini. Jawa berkontribusi pada 58,3% dari total PDB Indonesia di kuartal 1 tahun 2015, diikuti oleh Sumatra (22,6%) dan Kalimantan (8,3%).

Akibat dari data pertumbuhan PDB yang lemah, rupiah Indonesian jatuh di titik terendah dalam waktu lima minggu pada hari ini (05/05). Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, mata uang Indonesia telah menurun 0,38% menjadi Rp 13.036 per dollar AS pada pukul 15:15 Waktu Indonesia Barat (WIB). Rupiah adalah mata uang Asia dengan performa terburuk sejauh ini pada tahun 2015 dan melemah sekitar 5% terhadap dollar AS. Kendati begitu, nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate disingkat JISDOR), yang diumumkan sebelum penerbitan data PDB pada kuartal 1 tahun 2015, menguat 0,22% menjadi Rp 12.993 per dollar AS pada hari Selasa (05/05).


Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Bahas