Namun, Krisis Keuangan Asia (Krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an merusak pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan angka pengangguran di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 20 persen dan angka tenaga kerja yang harus bekerja di bawah level kemampuannya (underemployment) juga meningkat, sementara banyak yang ingin mempunyai pekerjaan full-time, hanya bisa mendapatkan pekerjaan part-time.

Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan karena Krismon pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal (terutama di bidang pertanian).

Walaupun Indonesia telah mengalami pertumbuhan makro ekonomi yang kuat sejak tahun 2000-an (dan Indonesia telah pulih dari Krismon), sektor informal ini - baik di kota maupun di desa - sampai sekarang masih tetap berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan bahwa sekitar 55 sampai 65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal. Saat ini sekitar 80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan, terutama di sektor konstruksi dan pertanian.

Dipekerjakan di sektor informal menyiratkan risiko tertentu karena pekerja sektor informal biasanya memiliki pendapatan yang lebih rendah dan tidak stabil. Lagipula mereka tidak memiliki akses ke perlindungan dan layanan dasar. Sementara itu, arus uang di sektor informal tidak dikenakan pajak dan kegiatan informal tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan produk nasional bruto (PNB) atau produk domestik bruto (PDB). Oleh karena itu, pada dasarnya, sektor informal tidak baik bagi pekerja dan tidak baik bagi perekonomian.

Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat.

Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Statistik Tenaga Kerja dan Pengangguran (Absolut) di Indonesia:

dalam juta orang
2016 2017 2018¹
Tenaga Kerja
127.8 128.1 133.9
- Bekerja 120.8 121.0 127.1
- Menganggur   7.0   7.0   6.9
Penduduk Usia Kerja,
Bukan Angkatan Kerja
 63.7  64.0  59.6
- Sekolah  15.9  16.5  15.6
- Mengurus Rumah Tangga  39.3  39.9  36.0
- Lainnya   8.4   7.6   8.0

 ¹ data dari Februari 2018

dalam juta 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tenaga Kerja
116.5 119.4 120.3 120.2 121.9 122.4
- Bekerja 108.2 111.3 113.0 112.8 114.6 114.8
- Menganggur   8.3   8.1   7.3   7.4   7.2   7.6

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Tabel di bawah ini memperlihatkan angka pengangguran (relatif) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan angka pengangguran (yang terbuka) yang cepat di antara tahun 2006 dan 2012 waktu Indonesia diuntungkan saat 2000s commodities boom. Waktu itu ekonomi Indonesia tumbuh dengan cepat maka menghasilkan banyak pekerjaan baru di tengah aktivitas ekonomi yang yang tumbuh. Alhasil, angka pengangguran Indonesia turun.

Tren ini terganggu oleh perlambatan ekonomi Indonesia (2011-2015) ketika boom komoditas tahun 2000an tiba-tiba berakhir di tengah perlambatan ekonomi global. Ini adalah tanda lain bahwa ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada harga komoditas (yang volatil). Oleh karena itu, upaya Presiden Joko Widodo untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas (yang mentah) dihargai dan harus mengarah pada ekonomi yang lebih kuat secara struktural di masa depan. Seharusnya ini juga berdampak positif pada angka pengangguran di Indonesia.

Pengangguran di Indonesia (Relatif):

  2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran
(% dari total tenaga kerja)
 6.2  5.9  6.2  5.6  5.5  5.1

 

  2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pengangguran
(% dari total tenaga kerja)
10.3  9.1  8.4  7.9  7.1  6.6  6.1

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, maka kita dapat melihat bahwa pengangguran - secara signifikan - lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Yang tidak kalah menariknya yaitu kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan pedesaan melebar selama empat tahun terakhir karena pengangguran pedesaan telah menurun lebih cepat daripada pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren ini adalah bahwa banyak orang pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam rangka mencari peluang kerja.

Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Di satu sisi, ini adalah perkembangan positif karena urbanisasi dan industrialisasi diperlukan untuk tumbuh menjadi negara yang berpenghasilan menengah (middle income country). Di sisi lain, proses ini perlu disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai di kota-kota. Oleh karena itu, investasi (baik domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah perkotaan yang sudah ada atau daerah urban yang baru. Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus membuat iklim investasi lebih menarik sehingga menghasilkan lebih banyak investasi.

Isu-isu penting (yang merupakan tanggung jawab pemerintah) adalah penguatan sumber daya manusia Indonesia (sumber daya manusia mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan seorang karyawan). Kualitas sumber daya manusia lokal dapat ditingkatkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan. Saat ini banyak perusahaan mengeluh bahwa sumber daya manusia Indonesia terlalu lemah. Ini berarti bahwa investor lebih suka berinvestasi di negara lain (di mana kualitas pekerja lebih tinggi), sehingga menyebabkan hilangnya peluang dalam hal penciptaan lapangan kerja di Indonesia.

Pengangguran Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia:

  2014 2015 2016 2017
Pengangguran Nasional
(% dari total tenaga kerja)
 5.9  6.2  5.6  5.5
- Pengangguran Perkotaan
(% dari total tenaga kerja perkotaan)
 7.1  7.3  6.6  6.8
- Pengangguran Perdesaan
(% dari total tenaga kerja perdesaan)
 4.8  4.9  4.5  4.0

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Sementara itu, relatif sedikit perempuan yang bekerja di Indonesia (di sektor formal). Hanya sekitar separuh dari perempuan Indonesia yang di usia kerja yang jadi bekerja dalam pekerjaan formal. Namun, angka ini sebenarnya sedikit lebih tinggi dari tingkat (rata-rata) partisipasi angkatan kerja perempuan dunia sebesar 49 persen pada tahun 2017 (data dari Bank Dunia). Namun, dibandingkan dengan pria Indonesia, tingkat partisipasi tenaga kerja wanita rendah. Sekitar 83 persen pria Indonesia (di usia kerja) bekerja di sektor formal.

Ada dua penjelasan dasar untuk situasi ini:

(1) Tradisi/budaya; wanita Indonesia lebih cenderung (daripada pria) untuk mengurus rumah tangga, terutama setelah melahirkan anak.

(2) Ke(tidak)setaraan gender; perempuan Indonesia cenderung bekerja di sektor informal (dua kali lebih banyak daripada laki-laki). Ada banyak contoh pekerja perempuan informal di pabrik (misalnya pabrik garmen) atau yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau yang buka usaha informal di rumah (misalnya menjual masakan dimasak sendiri). Juga patut dicatat bahwa sebagian besar pekerja perempuan informal ini adalah pekerja yang tidak dibayar. Dan mereka yang menerima penghasilan biasanya mendapatkan bayaran kurang dari pria untuk pekerjaan yang sama. Sebagaimana disebutkan di atas, bekerja di sektor informal membawa risiko karena pekerja sektor informal biasanya memiliki pendapatan yang rendah dan tidak stabil, apalagi mereka tidak memiliki akses ke perlindungan dan layanan (kesehatan) dasar.

Penurunan yang terjadi secara perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka pengangguran wanita. Pengangguran wanita berkurang secara drastis, bahkan mulai mendekati angka pengangguran pria. Meskipun demikian, masalah persamaan gender, seperti di negara-negara lain, masih menjadi isu penting di Indonesia. Meski sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor utama (seperti pendidikan dan kesehatan), wanita masih cenderung bekerja di bidang informal (dua kali lebih banyak dari pria), mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama. Meskipun banyak kemajuan telah dicapai di beberapa bidang (teritama pendidikan dan kesehatan), perempuan masih lebih mungkin bekerja di sektor informal, dalam pekerjaan yang bayarannya rendah, dan dibayar lebih rendah daripada laki-laki untuk pekerjaan serupa.

Sebenarnya, Bank Dunia mendeteksi penurunan cepat pengangguran perempuan di Indonesia pada akhir tahun 2000an di tengah boom komoditas (mungkin karena penurunan ini berasal dari low base). Bahkan, pengangguran perempuan turun jauh lebih cepat daripada tingkat pengangguran laki-laki Indonesia pada waktu itu. Sayangnya, Bank Dunia berhenti merilis tingkat pengangguran perempuan Indonesia setelah tahun 2010.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Laki-Laki dan Perempuan:

  2016 2017 2018
Pengangguran Total
(% dari angkatan kerja)
 5.61  5.50
TPAK
(% dari angkatan kerja)
66.34 66.67
TPAK Laki-Laki
(% dari total angkatan kerja laki2)
81.97 82.51
TPAK Perempuan
(% dari total angkatan kerja perempuan)
50.77 50.89

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.

    2006   2007   2008   2009   2010   2011
Pengangguran Muda Pria
(persentase tenaga kerja pria
15-24 tahun)
  27.7   23.8   21.8   21.6   21.1   19.3
Pengangguran Muda Wanita
(persentase tenaga kerja wanita
15-24 tahun)
  34.3   27.3   25.5   23.0   22.0   21.0

Sumber: Bank Dunia

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja. Tabel di bawah ini memperlihatkan empat sektor terpopuler yang menyerap paling banyak tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya.

Tenaga Kerja per Sektor:

dalam juta 2011 2012 2013 2014 2015 2016¹
Pertanian 42.5 39.9 39.2 39.0 37.8 38.3
Pedagang Grosir, Pedagang Ritel,
Restoran dan Hotel
23.2 23.6 24.1 24.8 25.7 28.5
Jasa masyarakat, Sosial dan Pribadi 17.0 17.4 18.5 18.4 17.9 19.8
Industri Manufaktur 13.7 15.6 15.0 15.3 15.3 16.0

¹ data dari Februari 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik

Pekerjaan rentan (tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha) baik untuk pria maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar enam puluh persen untuk pria Indonesia dan tujuh puluh persen untuk wanita. Banyak yang merupakan 'pekerja rentan' adalah mereka yang bekerja di sektor informal.