Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini China

  • Pasar Saham & Rupiah Indonesia: Selling Besar-Besaran Terus Berlangsung

    Penjualan secara besar-besaran terus berlangsung di Asia pada Senin (11/01). Indeks-indeks saham di Asia - yang dipimpin oleh Shanghai Composite Index Republik Rakyat Tingkok (RRT) - jatuh parah. Inflasi RRT yang teredam pada bulan Desember, Shanghai Composite Index yang terjun 5,33% hari ini, turunnya harga minyak, dan jatuhnya saham di Wall Street akhir pekan lalu (saham Amerika Serikat mengalami minggu terburuknya dalam empat tahun terakhir), membuat investor mencari aset yang aman (safe haven) seperti emas, yen Jepang dan dollar AS. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia turun 1,78% menjadi 4.465,48 poin.

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Saham Asia di Zona Merah, Selloff Saham Global Besar-Besaran

    Saham dan mata uang di seluruh Asia berada di bawah tekanan berat pada hari Kamis (07/01) setelah bank sentral Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menetapkan kurs yuan 0,51% lebih rendah (di 6.564,6 per dollar Amerika Serikat). Akibatnya, saham RRT anjlok lebih dari 7% (memicu mekanisme circuit-breaking baru - untuk hari kedua di minggu ini - 30 menit setelah perdagangan dibuka hari ini). Saham Asia juga lemah dikarenakan kerugian besar di Eropa dan di Wall Street semalam. Pasar bereaksi terhadap harga minyak yang turun ke level terendah dalam lebih dari tujuh tahun terakhir menjadi 33,97 dollar Amerika Serikat (AS) per barel.

    Lanjut baca ›

  • Apa Dampak Perlambatan Ekonomi Cina pada Indonesia?

    Gejolak ekonomi yang telah mendorong pertumbuhan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ke level terendah dalam 25 tahun terakhir telah berdampak langsung pada Indonesia karena RRT adalah mitra dagang utama Indonesia. Kekuatiran akan perlambatan ekonomi RRT (dan dampak perlambatan ini pada ekonomi dunia) bertahan pada tahun 2016 karena Caixin/Markit Purchasing Managers’ Index (PMI) menurun selama 10 bulan berturut-turut di Desember 2015 (di 48,2), sedangkan pembacaan jasa layanan untuk bulan Desember turun ke level terendah dalam 17 bulan terakhir (50,2).

    Lanjut baca ›

  • Berlawanan dengan Tren Asia, Saham Indonesia & Rupiah Rebound

    Meskipun kebanyakan pasar saham di Asia masih di wilayah merah, melanjutkan penurunan pada hari Senin, saham Indonesia dan rupiah berhasil melambung pada Selasa (5/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,70% menjadi 4.557,82 poin. Sementara itu, rupiah Indonesia naik 0,37% menjadi Rp 13.892 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Apa yang terjadi pada perdagangan hari ini dan mengapa ada perbedaan antara aset Indonesia dan tren Asian secara umum?

    Lanjut baca ›

  • Pertambangan Batubara Indonesia: Fokus pada Pasar Selain Cina

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia mengharapkan pengiriman batubara ke India meningkat pada tahun 2016, sementara ekspor batubara ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) diperkirakan akan menurun lebih lanjut karena ekonomi terbesar kedua di dunia ini sedang mengalami perlambatan (dan RRT membatasi impor batubara dengan tingkat kalori yang lebih rendah). Adhi Wibowo, Direktur Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan - berlawanan dengan RRT - permintaan batubara dari India tidak turun. Selain itu, India sangat tergantung pada Indonesia untuk batubara termal.

    Lanjut baca ›

  • Mengapa Saham dan Rupiah Indonesia Melemah Hari Ini?

    Berlawan dengan harapan, saham Indonesia dan rupiah memiliki awal yang lemah di tahun yang baru. Pada hari Senin (4/1) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,46% menjadi 4.525,92 poin, sementara rupiah terdepresiasi 0,82% menjadi Rp 13.943 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Kinerja saham Indonesia ini sejalan dengan kinerja saham di seluruh dunia. Perdagangan saham Republik Rakyat Tiongkok (RRT) bahkan dihentikan dua kali karena indeksnya merosot. Apa yang terjadi hari ini?

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Prognosis Indeks Harga Saham Gabungan Bulan Januari

    Tahun lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 12,13% sehingga berakhir pada 4,593.01 poin pada 30 Desember 2015 di tengah ketidakpastian global yang parah akibat ancaman pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi yang besar dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Hari ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memasuki hari perdagangan pertamanya di tahun baru. Apa yang kita harapkan dari kinerja saham Indonesia di Januari 2016?

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Apa Saham Unggulan pada tahun 2016?

    Meskipun tantangan tetap ada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan naik pada tahun 2016, melebihi level 5.000 poin. Tahun lalu IHSG turun 12,13% menjadi ditutup pada 4.593,01 poin. Khususnya untuk sektor infrastruktur, perbankan, konsumsi, semen, properti dan konstruksi di Indonesia diprediksi akan memiliki kinerja yang baik tahun ini karena percepatan pertumbuhan ekonomi domestik yang didukung oleh pengeluaran pemerintah dan paket stimulus ekonomi baru-baru ini.

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Kinerja IHSG pada Tahun 2015

    Hari perdagangan terakhir tahun 2015 di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah berlalu dan sekarang saatnya untuk melihat kembali kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah selama tahun 2015. Tahun 2015 merupakan tahun yang hektik, ditandai dengan volatilitas tinggi karena ketidakpastian tentang waktu kenaikan tingkat suku bunga AS (yang akhirnya diputuskan oleh Federal Reserve pada bulan Desember 2015) dan perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

    Lanjut baca ›

  • Update Mata Uang: Mengapa Rupiah Indonesia Mengalami Kenaikan?

    Rupiah Indonesia meneruskan penguatan yang luar biasa pada hari Selasa (22/12). Mata uang ini naik 0,98% menjadi Rp 13.672 per dollar Amerika Serikat (AS) pada pukul 11:10 Waktu Indonesia Barat (Bloomberg Dollar Index). Rupiah telah pulih dari level rendahnya pada Rp 14.123 per dollar AS pada hari Senin 14 Desember menjadi Rp 13.672 per dollar AS, naik 3,2% dalam waktu sekitar satu minggu. Ada beberapa hal yang menjelaskan kinerja yang luar biasa ini.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru China

  • Indonesia's Transition Year of 2015; Slowing GDP Growth & State Spending

    Indonesian Finance Minister Chatib Basri said that the country's economic growth in 2015 is targeted in the range of 5.5 to 6.3 percent. Amid further Federal Reserve tapering and possible interest rate hikes in the world's largest economy, chances of capital outflows from emerging markets (including Indonesia) are becoming larger. Basri said that these global conditions impact on GDP growth, the Indonesian rupiah exchange rate and inflation. Therefore, 2015 is a transition year, reflected by tighter economic projections and state spending.

    Lanjut baca ›

  • Profit Taking after Long Rally Causes Indonesian Stocks to Decline 10%

    After having recorded a five-day winning streak, Indonesia's benchmark stock index (known as the Jakarta Composite Index or IHSG) fell 0.10 percent to 4,892.29 points on Monday (21/04). The forming of a doji star and limited movement of the IHSG (due to reduced buying volume) implied that - without the publication of good news triggering positive market sentiments - the index would decline. Today's depreciation of the Indonesian rupiah exchange rate and mixed Asian indices were reasons for investors to engage in profit taking.

    Lanjut baca ›

  • Small Gain for Indonesian Stocks despite Weak China GDP Growth

    Indonesia's benchmark stock index (known as the IHSG or Jakarta Composite Index) posted another small gain on Wednesday (16/04), thus extending its winning streak to four days. The index gained 0.06 percent to 4,873.01 points. Despite slowing GDP growth in China, a depreciating rupiah exchange rate (responding to slightly higher US chain store sales and expected higher US building permits as well as US manufacturing production) and foreign investors recording a net sell, the index stayed in the green zone.

    Lanjut baca ›

  • Most Emerging Asian Currencies Down on China's Slowing GDP Growth

    The Indonesian rupiah exchange rate moved within limited range on Wednesday. Based on the Bloomberg Dollar Index, the currency depreciated 0.07 percent to IDR 11,436 per US dollar. Since Thursday (10/04), the rupiah has had to cope with pressures as Indonesia's legislative election was unable to provide political certainty. On the other hand, the country's improved economic fundamentals - easing inflation and the narrowing current account deficit - have resulted in capital inflows, thus supporting the rupiah.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Rupiah Exchange Rate Up Ahead of Parliamentary Election

    Most emerging market currencies, including the Indonesian rupiah exchange rate, appreciated against the US dollar on Tuesday (08/04) due to carry trade (meaning the selling of low-yield currencies for higher-yielding assets) and expected stimulus from China's government to boost its economy (Chinese shares in fact gained 2.2 percent on this stimulus speculation). The rupiah appreciated 0.14 percent to IDR 11,289 per US dollar based on the Bloomberg Dollar Index, partly due to variety of domestic factors.

    Lanjut baca ›

  • World Bank: East Asian Economies Expected to Grow Stably in 2014

    According to the latest East Asia Pacific Economic Update - the World Bank’s comprehensive review of the region’s economies which was released today (07/04) - developing countries in the East Asia Pacific region will see stable economic growth this year, bolstered by a recovery in high-income economies and the market’s modest response so far to the Federal Reserve’s tapering of its quantitative easing. Developing East Asia will grow by 7.1 percent this year, largely unchanged from 2013.

    Lanjut baca ›

  • Benchmark Stock Index of Indonesia Jumps 1.30% on Monday

    Despite various negative sentiments, Indonesia's benchmark stock index was able to post a 1.30 percent gain to 4,921.04 points on Monday (07/04). Due to last week's weak March US monthly jobs report, falling indices on Wall Street on Friday (04/04) impacted negatively on Asian indices today. On the domestic side, negative market sentiments were caused by the government's plan to raise royalties for coal miners working under a Mining Business License (IUP) to 10-13.5 percent as well as a luxury tax on cars and telecommunication gadgets.

    Lanjut baca ›

  • Positive Domestic Data Support Indonesia's Jakarta Composite Index

    Previously we advised investors to be careful because various economic data that was to be released - both international and domestic - could reveal negative results and thus put great pressure on the benchmark stock index of Indonesia (IHSG or Jakarta Composite Index) on Tuesday (01/04). However, the data, particularly domestic data, were positive and made the IHSG jump 2.22 percent one day after the holiday on Monday (Nyepi or Hindu New Year). Investors used this context to purchase stocks, especially Indonesia's big cap stocks.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Rupiah and IHSG Strengthen on Yellen and Domestic Data

    At 15:00 local Jakarta time on Tuesday (01/04), the Indonesian rupiah exchange rate as well as the country's benchmark stock index (known as the IHSG or Jakarta Composite Index) have shown a positive performance so far. Based on the Bloomberg Dollar Index, the rupiah appreciated 0.64 percent to IDR 11,288 per US dollar, while the IHSG climbed 2.15 percent to 4,871.38. A number of internal and external factors contributed to this remarkable performance today.

    Lanjut baca ›

  • A Strong End of the Week for the Indonesian Rupiah Exchange Rate

    By the end of Friday's trading day (28/03), the Indonesian rupiah exchange rate appreciated 0.75 percent to IDR 11,361 per US dollar based on the Bloomberg Dollar Index. At the end of March 2014, the rupiah is still the best-performing Asian currency this year, outperforming 24 emerging-market currencies that are tracked by Bloomberg. Since 31 December 2013, the rupiah appreciated nearly seven percent against the US dollar as an easing current account deficit and slowing inflation triggered capital inflows into Southeast Asia's largest economy.

    Lanjut baca ›

Bisnis Terkait China