Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini US Interest Rates

  • Pasar Saham Indonesia: Kinerja IHSG pada Tahun 2015

    Hari perdagangan terakhir tahun 2015 di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah berlalu dan sekarang saatnya untuk melihat kembali kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah selama tahun 2015. Tahun 2015 merupakan tahun yang hektik, ditandai dengan volatilitas tinggi karena ketidakpastian tentang waktu kenaikan tingkat suku bunga AS (yang akhirnya diputuskan oleh Federal Reserve pada bulan Desember 2015) dan perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

    Lanjut baca ›

  • Tantangan bagi Perekonomian Indonesia Tetap Berlanjut di 2016

    Dengan akan berakhirnya tahun 2015, maka ada baiknya kita melihat tantangan yang dihadapi Indonesia tahun ini dan apakah tantangan ini akan tetap ada di tahun 2016. Singkatnya, kami percaya bahwa tantangan eksternal yang ada saat ini akan bertahan di tahun yang baru. Pertumbuhan ekonomi negara ini diproyeksikan melaju menjadi 5,3% pada basis year-on year (y/y) pada tahun 2016 dari perkiraan 4,7% (y/y) pada tahun 2015 (tahun kelima berturut-turut perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto), tetapi pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh peningkatan pengeluaran pemerintah.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah Indonesia Menguat Tajam Kendati Proyeksi Pesimis

    Rupiah Indonesia menguat secara signifikan terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada hari Senin (21/12) kendati ada prediksi bahwa rupiah akan menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia pada tahun 2016 akibat capital outflows (karena suku bunga AS direncanakan akan semakin dinaikkan pada tahun 2016), cadangan devisa Indonesia yang menurun, dan harga-harga komoditi yang terus-menerus rendah. Berdasarkan pada Bloomberg Dollar Index, rupiah telah menguat 1,13% menjadi Rp 13.760 per dollar AS pada pukul 14:20 Waktu Indonesia Barat (WIB) pada hari Senin (21/12).

    Lanjut baca ›

  • Indeks Harga Saham Gabungan Jatuh, Rupiah Menguat

    Indeks-indeks saham di Asia Tenggara jatuh pada hari Jumat (18/12), dipimpin oleh indeks-indeks acuan di Thailand dan Indonesia. Pasar-pasar Asia ini mengikuti koreksi global yang terjadi setelah investor mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari kenaikan suku bunga Federal Reserve. Saham-saham di Amerika Serikat (AS) dan Eropa turun pada hari Kamis dan hari Jumat, sementara harga minyak dan komoditi-komoditi lainnya terus menurun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia turun 1,92 persen menjadi 4,468.65 poin.

    Lanjut baca ›

  • Saham & Rupiah Indonesia: Aliran Modal Keluar Setelah Reli Kelegaan Pasar

    Setelah reli kuat pada hari Kamis (merespon positif terhadap pengumuman Federal Reserve untuk menaikkan Fed Fund Rate), aset-aset Indonesia melemah pada hari Jumat (18/12) sementara kebanyakan pasar Asia turun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,20% menjadi 4.501,34 poin pada pukul 09:45 WIB, sementara rupiah telah melemah 0,22% menjadi Rp 14.040 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Karena itu, saham-saham Indonesia mengikuti contoh saham-saham Amerika Serikat (AS) yang jatuh semalam.

    Lanjut baca ›

  • Suku Bunga Bank Indonesia Tidak Berubah di 7,50%

    Bank Indonesia, bank sentral dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 7,50% pada pertemuan kebijakan di bulan Desember pada hari Kamis (17/12). Sementara itu, fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) tidak berubah pada 5,50% dan fasilitas pinjaman di 8,00%. Ini adalah bulan kesepuluh berturut-turut Bank Indonesia tidak mengubah suku bunganya (pada bulan Februari 2015 bank sentral memangkas BI rate sebesar 0,25%).

    Lanjut baca ›

  • Saham & Rupiah Indonesia Menguat setelah Kenaikan Suku Bunga Amerika Serikat

    Saham dan rupiah Indonesia merespon sangat positif terhadap keputusan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan Fed Fund Rate yang menjadi acuan sebesar 25 basis poin pada Rabu (16/12). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 1,62% menjadi 4.555,96 poin, sementara rupiah menguat 0,44% menjadi Rp 14.009 per dollar AS. Tidak hanya saham di Indonesia tetapi saham global juga sangat naik pada akhir dari ketidakpastian yang berkelanjutan mengenai waktu kenaikan suku bunga AS.

    Lanjut baca ›

  • Bagaimana Saham & Mata Uang Asia Bereaksi pada Kenaikan Suku Bunga Federal Reserve?

    Federal Reserve Amerika Serikat (AS) akhirnya memutuskan untuk menaikkan Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan di bulan Desember (15-16 Desember) karena perbaikan yang signifikan pada kondisi pasar tenaga kerja AS (tingkat pengangguran di AS telah jatuh menjadi 5%) dan inflasi AS diproyeksikan untuk mencapai target the Fed sebesar 2% pada jangka waktu menengah. Setelah pengumuman ini saham AS melonjak. Pasar negara-negara berkembang tidak mengalami capital outflows besar-besaran setelah kenaikan ini. Indeks-indeks saham di Asia menguat tajam pada hari Kamis pagi (17/12).

    Lanjut baca ›

  • Update Pasar Saham & Rupiah Indonesia: Menjelang Rapat Fed, Saham Asia Melemah

    Bursa saham di Asia mengalami cuaca buruk karena para investor menarik dana dari pasar negara-negara berkembang. Pada pukul 11:25 WIB, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia telah jatuh 1,11% menjadi 4.344,69 poin, sementara rupiah telah melemah 0,54% menjadi Rp 14.068 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Para investor mencari aset yang (lebih) aman haven karena Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan Fed Fund Rate (untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) berikutnya (dijadwalkan pada 15-16 Desember).

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Stocks & Rupiah Weaken Ahead of Fed Fund Rate Decision

    On the last trading day of the week, Indonesian stocks plunged 1.63 percent to 4,393.52 points, while the rupiah depreciated 0.22 percent to IDR 13,984 per US dollar (Bloomberg Dollar Index). Most Asian indices were weaker as investors are bracing for - most likely - the first Fed Fund Rate hike in nearly a decade. On 15-16 December the US Federal Reserve will hold a crucial policy meeting. Tighter monetary policy in the USA leads to capital outflows from Indonesia as the country is regarded particularly vulnerable to such a move.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru US Interest Rates

  • US Dollar to Dictate Asian Currency Moves in 2016

    The financial markets have had an interesting year in 2015, with several significant surprises seen in the major asset classes. On the whole, 2015 could probably be best described as a year of stabilizing with stocks and commodities holding mostly steady throughout the period. This has been largely true in the currency markets, as well. But there are some factors that are likely to influence trends for world currencies in new ways in 2016. Central banks in some regions will likely have significant influence in others, and investors will need to remain aware of the possibilities early in order to position for potential trend chances in critical areas.

    Lanjut baca ›

  • Indonesia's Loan Growth, Financial Literacy and US Rate Hike

    Global credit rating agency Moody's Investors Service expects loan growth in Indonesia to continue to slow in 2016 as sluggish economic growth curtails corporate and individual demand for funding in Southeast Asia's largest economy. Meanwhile, a survey conducted by Standard & Poor's shows that the majority of Indonesians are financially illiterate, implying that the government needs to increase efforts to educate its population. Lastly, Asian Development Bank President Takehiko Nakao is convinced that a US interest rate hike will not cause a new financial crisis in Asia. Lets zoom in a bit further on these three subjects.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Remains Committed to Tight Monetary Stance

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) is expected to keep its benchmark interest rate (BI rate) relatively high in order to safeguard Indonesia's financial stability in 2016 (instead of seeking accelerated economic growth through a rate cut). Despite easing pressures on inflation and the country's current account balance, Bank Indonesia Governor Agus Martowardojo said that persistent global uncertainty (referring to the looming US Fed Fund Rate hike and China's slowdown) justifies the tight monetary stance.

    Lanjut baca ›

  • Indonesia Stock Market & Rupiah Update: US Payrolls & Rate Hike Expectations Surge

    Indonesian assets weakened on Friday (06/11) on expectation that US non-farm payrolls and US employment data would improve, suggesting that a Fed Fund Rate hike may occur in December 2015. Such expectations were correct. After Indonesian and other Asian markets had closed on Friday, the US Labor Department announced that October payrolls rose 271,000 (the largest increase this year), while the US unemployment rate touched a seven-year low at 5 percent. Furthermore, the average hourly earnings over the past 12 months climbed by the most since 2009.

    Lanjut baca ›

  • Apakah Bank Indonesia Memiliki Ruang untuk Memotong Suku Bunga Acuannya?

    Karena tingkat inflasi Indonesia telah menurun menjadi 6,25% pada basis year-on-year (y/y) pada bulan Oktober 2015 dari 6,83% (y/y) di bulan sebelumnya, dan karena inflasi Indonesia akan semakin menurun secara mencolok di dua bulan terakhir tahun 2015 yang disebabkan oleh menghilangnya dampak dari kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada November 2014, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tampaknya memiliki ruang untuk memotong suku bunga acuannya yang relatif tinggi saat ini, sehingga memungkinkan akselerasi aktivitas ekonomi.

    Lanjut baca ›

  • World Bank Releases October 2015 Indonesia Economic Quarterly

    Today (22/10), the World Bank released the October 2015 edition of its flagship Indonesia Economic Quarterly, titled "In Times of Global Volatility". In the report the World Bank states that despite current ongoing global uncertainties (caused by looming monetary tightening in the USA and China's economic slowdown), which make macroeconomic management difficult in the year ahead, pro-active government action could offset the negative impact and may help to boost growth.

    Lanjut baca ›

  • Weak US Employment Data Means No Fed Rate Hike in 2015?

    After the release of US non-farm payrolls on Friday (02/10) markets are starting to doubt whether the Federal Reserve has room to raise its key Fed Fund Rate at all in 2015. In September a total of 142,000 jobs were added to the US economy, well below the market consensus of 201,000. Moreover, August non-farm payrolls were revised down to 136,000 (from 173,000 initially). It was the first time since mid-2013 that US jobs grew at such a slow pace in two consecutive months. So far in 2015 US non-farm payrolls grew at an average of 198,000 per month, significantly down from the average growth pace of 260,000 per month last year.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Press Release: BI Rate Held at 7.50% in September

    The central bank of Indonesia announced on Thursday (17/09) that it the country’s key interest rate (BI rate) at 7.50 percent, while maintaining the deposit facility rate at 5.50 percent and the lending facility rate at 8.00 percent. According to Bank Indonesia (BI) this decision is consistent with its efforts to push inflation towards the target corridor of 4±1 percent in both 2015 and 2016. In addition, the decision is also part of Bank Indonesia’s measures to anticipate possibilities of a Fed Fund Rate (FFR) hike.

    Lanjut baca ›

  • Market Update: Why Indonesian Stocks & Rupiah Strengthen on Friday?

    After a real roller coaster ride, Indonesia’s benchmark stock index (Jakarta Composite Index) climbed 0.35 percent to 4,446.20 points at the end of the trading week. The majority of key stock indices across the globe tended to strengthen on Friday after a week characterized by severe volatility amid concern about the economic situation in China.

    Lanjut baca ›

  • Press Release Bank Indonesia: BI Rate Held at 7.50% in August 2015

    During Bank Indonesia’s Board of Governors it was decided on 18th August 2015 to hold the BI Rate at 7.50 percent, while maintaining the Deposit Facility rate at 5.50 percent and the Lending Facility rate at 8.00 percent. The decision is consonant with efforts to control inflation within the target corridor of 4±1 percent in 2015 and 2016. In the short term, Bank Indonesia (BI) is focused on efforts to stabilize the rupiah amid uncertainty in the global economy, by optimizing monetary operations in the rupiah and the foreign exchange market.

    Lanjut baca ›

No business profiles with this tag