Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini Current Account Deficit

  • Analisis Rupiah dan Saham Indonesia: Volatilitas Pasar yang Tinggi

    Pemerintah Indonesia meneruskan perjuangan mereka untuk meringankan kekuatiran masyarakat tentang dampak dari rupiah yang lemah pada perekonomian Indonesia. Bahkan, Pemerintah menekankan bahwa rupiah yang lemah akan berdampak positif pada neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan karena produk-produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif. Selama satu minggu ini, rupiah melemah 1% terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Sejak awal 2015, rupiah telah jatuh 4,4% terhadap dollar AS, karenanya menjadi salah satu mata uang di negara-negara berkembang Asia dengan performa terburuk di tahun ini.

    Lanjut baca ›

  • Update Rupiah: Pemerintah Indonesia Mengatakan ‘Tidak Perlu Kuatir’

    Ketika nilai tukar rupiah jatuh di bawah batasan yang menguatirkan yaitu Rp 13,000 per dollar Amerika Serikat (AS) pada hari Rabu (05/03), baik Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa tidak perlu panik karena performa rupiah terhadap dollar AS masih sejalan dengan performa mata uang-mata uang lain terhadap dollar AS. Berdasarkan pada Bloomberg Dollar Index, nilai rupiah telah melemah 0,28% menjadi Rp 13,028 pada pukul 13:35 Waktu Indonesia Barat (WIB).

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Ok dengan Rupiah Lemah Demi Memperbaiki Transaksi Berjalan

    Nilai tukar rupiah melemah 0,79% menjadi Rp 12.932 per dollar Amerika Serikat (AS) menurut Bloomberg Dollar Index pada hari Jumat (27/02), level terendah sejak akhir 2008, setelah bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) menyatakan tidak berencana melakukan terlalu banyak intervensi untuk mendukung rupiah. Bank Indonesia (BI) menyatakan tidak memiliki level target untuk rupiah dan tidak akan melawan pasar. Statemen ini merupakan sinyal-sinyal bahwa BI nyaman dengan rupiah yang lemah demi memperbaiki neraca transaksi berjalan.

    Lanjut baca ›

  • Stock Market Update: Why Do Indonesian Stocks Hit a Record High?

    The benchmark stock index of Indonesia (Jakarta Composite Index, abbreviated JCI or IHSG) posted a series of consecutive record high closes during the past week, primarily on the central bank’s (Bank Indonesia) decision to cut its key interest rate (BI rate) by 25 basis points to 7.50 percent, investors’ positive outlook on Indonesian companies’ corporate earnings in 2015 and expectation that the Eurozone’s quantitative easing program will offset the negative impact of monetary tightening in the USA.

    Lanjut baca ›

  • Markets Feel Impact of Bank Indonesia’s Interest Rate Cut

    One day after the surprise interest rate cut by Indonesia’s central bank, Indonesian stocks surge to a new record level led by interest rate sensitive stocks (such as financial institutions, construction firms and property firms) while the rupiah and government bonds are weakening. Yesterday (17/02), Bank Indonesia shocked markets by lowering its key interest rate (BI rate) and deposit facility rate (Fasbi) by 25 basis points, each, to 7.50 percent and 5.50 percent, respectively. Easing monetary policy is back in fashion among the region’s central banks.

    Lanjut baca ›

  • Trade Balance Indonesia: Import and Export Fall in January 2015

    Indonesia posted a USD $709.4 million trade surplus in January 2015 according to the latest data from Statistics Indonesia (BPS) released on Monday (16/02). Although the surplus is higher than expected and thus has a positive impact on the country’s trade and current account balances, the data also indicated that exports fell 8.09 percent year-on-year (y/y) to USD $13.30 billion signalling continued weakening global demand for Indonesian exports. Meanwhile, Indonesian imports shrank by 15.6 percent (y/y) to USD $12.59 billion.

    Lanjut baca ›

  • Indonesia Investments' Newsletter of 15 February 2015 Released

    On 15 February 2015, Indonesia Investments released the latest edition of its newsletter. This free newsletter, which is sent to our subscribers once per week, contains the most important news stories from Indonesia that have been reported on our website in the last seven days. Most of the topics involve economic matters such as the latest current account figures, foreign exchange risks, foreign ownership in the banking sector, biodiesel prices, investments in the cement industry, the Cilamaya port tender, and more.

    Lanjut baca ›

  • Current Account & Balance of Payments of Indonesia Improved in 2014

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) announced on Friday (13/02) that Indonesia’s current account deficit - the broadest measure of trade in goods and services - improved to 2.81 percent of gross domestic product (GDP), or USD $6.2 billion, in the fourth quarter of 2014 (from a revised 2.99 percent of GDP in the preceding quarter). The full-year 2014 deficit amounted to USD $26.2 billion, equivalent to 2.95 percent of GDP from a (revised) deficit of USD $29.1 billion (3.18 percent of GDP) in 2013.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah Indonesia Terdepresiasi Tajam akibat Masalah Utang Yunani

    Nilai tukar rupiah Indonesia turun tajam pada hari Kamis (12/02). Pada pukul 12:10 siang waktu setempat wilayah Jakarta, rupiah melemah 1.11 persen menjadi Rp 12,865 per dolar AS (Bloomberg Dollar Index). Para pelaku pasar semakin khawatir dengan masalah utang Yunani dan skenario keluarnya negara itu dari Eurozone terus bereaksi dengan menjual aset pasar-pasar berkembang untuk mendapatkan safe haven seperti dolar AS. Kemarin, (11/02), para menteri keuangan Eurozone tidak mencapai kesepakatan tentang masalah utang Yunani.

    Lanjut baca ›

  • Gambaran IMF & Moody’s tentang Perekonomian Indonesia dan Dunia

    Benedict Bingham, Senior Resident Representative untuk Indonesia di International Monetary Fund (IMF), memperkirakan bahwa bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) akan terus berkomitmen pada kebijakan moneter yang lebih ketat dalam upaya untuk menjaga fundamental fiskal nasional di tengah tekanan eksternal. Terlepas dari pertumbuhan ekonomi global yang lamban, kenaikan suku bunga di AS (tahun ini) diperkirakan mempengaruhi Indonesia karena akan mendorong aliran keluar modal dari pasar-pasar berkembang.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru Current Account Deficit

  • Apakah Bank Indonesia Memiliki Ruang untuk Memotong Suku Bunga Acuannya?

    Karena tingkat inflasi Indonesia telah menurun menjadi 6,25% pada basis year-on-year (y/y) pada bulan Oktober 2015 dari 6,83% (y/y) di bulan sebelumnya, dan karena inflasi Indonesia akan semakin menurun secara mencolok di dua bulan terakhir tahun 2015 yang disebabkan oleh menghilangnya dampak dari kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada November 2014, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tampaknya memiliki ruang untuk memotong suku bunga acuannya yang relatif tinggi saat ini, sehingga memungkinkan akselerasi aktivitas ekonomi.

    Lanjut baca ›

  • Why Moody’s Investors Service Cut its Forecast for Indonesia’s Economic Growth?

    Global credit rating agency Moody’s Investors Service cut its forecast for economic growth in Indonesia this year from five percent (y/y) to 4.7 percent (y/y) due to the perceived hard landing of China’s economy in combination with sluggish conditions in Japan and the Eurozone. Weak demand from China, the world’s second-largest economy and the top trading partner of Indonesia, is expected to continue to plague Indonesian exports and earnings.

    Lanjut baca ›

  • Press Release Bank Indonesia: BI Rate Held at 7.50% in August 2015

    During Bank Indonesia’s Board of Governors it was decided on 18th August 2015 to hold the BI Rate at 7.50 percent, while maintaining the Deposit Facility rate at 5.50 percent and the Lending Facility rate at 8.00 percent. The decision is consonant with efforts to control inflation within the target corridor of 4±1 percent in 2015 and 2016. In the short term, Bank Indonesia (BI) is focused on efforts to stabilize the rupiah amid uncertainty in the global economy, by optimizing monetary operations in the rupiah and the foreign exchange market.

    Lanjut baca ›

  • Penjelasan Defisit Transaksi Berjalan Indonesia

    Sejak akhir 2011 Indonesia telah dibebani oleh defisit transaksi berjalan struktural yang menguatirkan baik para pembuat kebijakan maupun para investor (asing). Meskipun pihak berwenang di Indonesia telah mengimplementasikan reformasi kebijakan dan penyesuaian perekonomian di beberapa tahun terakhir, defisit transaksi berjalan Indonesia hanya sedikit berubah di 2015. Baik Bank Dunia maupun Bank Indonesia memprediksi bahwa defisit transaksi berjalan akan tetap berada sedikit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) di 2015, sangat dekat dengan batasan yang memisahkan defisit yang sustainable dan yang unsustainable.

    Lanjut baca ›

  • Stocks and Rupiah Update Indonesia: A Vicious Downward Spiral?

    Both Indonesian stocks and the rupiah continued to slide on Thursday (04/06) and seem to be caught in a vicious downward spiral brought about by both domestic and international factors. Indonesia’s benchmark stock index (Jakarta Composite Index) fell 0.68 percent to close at a five-week low of 5,095.82 points, while the rupiah depreciated 0.39 percent to IDR 13,281 per US dollar (Bloomberg Dollar Index), a level last seen in the late 1990s when the country was plagued by the Asian Financial Crisis.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Stocks & Rupiah: Gaining on S&P Rating Outlook Upgrade

    Although most emerging market stocks fell, Indonesian stocks and the rupiah showed a solid performance on Thursday (21/05). The rupiah appreciated 0.40 percent to IDR 13,122 per US dollar according to the Bloomberg Dollar Index, while the benchmark stock index of Indonesia (Jakarta Composite Index) rose 0.39 percent to 5,313.21 points. Most emerging stocks fell due to weak data from China (despite a series of stimulus). However, Indonesian stocks were supported by news about its credit rating and dividend announcements.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah & Saham Melemah Menjelang Pertemuan Kebijakan Bank Indonesia

    Para investor jelas sedang menunggu hasil-hasil dari Pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang diadakan pada hari ini (19/05). Dalam pertemuan kebijakan ini, bank sentral Indonesia akan memutuskan pendekatan moneternya. Bagi banyak pelaku pasar, merupakan hal yang penting dan krusial untuk mempelajari apakah Bank Indonesia akan menyesuaikan kebijakan suku bunganya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia (yang telah mencapai kecepatan terlambat dalam lima tahun terakhir di kuartal 1 tahun 2015).

    Lanjut baca ›

  • Pressures on Indonesia’s Rupiah to Continue in the First Half of 2015

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) stated that, besides global volatility caused by uncertainty about the timing of higher US interest rates, the rupiah has been - and remains - under pressure due to Indonesia’s increasing private sector debt and the wide current account deficit. Moreover, as subsidiaries of multinational companies in Indonesia tend to send back dividends to the foreign parent companies in the second quarter (implying rising US dollar demand), the rupiah is plagued by additional pressures up to June.

    Lanjut baca ›

  • Interest Rate Environment: Why Bank Indonesia Left it Unchanged?

    Indonesia’s central bank (Bank Indonesia) decided to hold the country’s key interest rate (BI rate) at 7.50 percent, the deposit facility rate at 5.50 percent, and the lending facility rate at 8.00 percent at the Board of Governor’s Meeting conducted on Tuesday 17 March 2015. Bank Indonesia said that its decision is in line with its ongoing efforts to push inflation back to the target range of 4±1 percent for both 2015 and 2016, and to guide the country’s current account deficit towards a healthier level at 2.5-3 percent of GDP in the medium term.

    Lanjut baca ›

  • Ekonomi Indonesia: Inflasi, Suku Bunga, Perdagangan & Update Rupiah

    Indeks harga konsumen Indonesia turun di bulan Februari 2015, mencatat deflasi 0,36% dalam basis month-on-month (m/m), sementara tingkat inflasi tahunan (y/y) nasional berkurang menjadi 6,29%, turun dari 6,96% (y/y) di bulan sebelumnya. Tekanan-tekanan inflasi berkurang terutama karena menurunnya harga cabai dan bahan bakar. Berkurangnya tingkat inflasi di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini bisa menyediakan ruang bagi bank sentral (Bank Indonesia) untuk memotong suku bunga lebih lanjut di tahun ini.

    Lanjut baca ›

No business profiles with this tag