Di seluruh Asia, dollar AS mendapatkan momentum karena kekuatiran tentang keluarnya Yunani (Greek exit/Grexit) dari zona euro telah menurun setelah Yunani yang terbeban hutang akhirnya berhasil mencapai kesepakatan bailout dengan para kreditor internasionalnya. Justru pasar kini berfokus pada waktu kenaikan suku bunga AS. Janet Yellen, Ketua Federal Reserve, menyatakan bahwa suku bunga acuan the Fed akan dinaikkan sebelum akhir tahun apabila data makroekonomi AS tetap mendukung. Jumat lalu, data harga konsumen AS dan housing starts menunjukkan kenaikan yang baik dan memacu harapan bahwa kenaikan suku bunga akan terjadi di kemudian hari di tahun ini.

Karena zona euro dan Jepang tetap berkomitmen pada program quantitative easing mereka (diprediksi untuk berlanjut sampai 2016), sementara Federal Reserve akan mengetatkan pendekatan moneternya, momentum bullish dollar AS seharusnya berlanjut. Hari ini, euro menyentuh level terendahnya terhadap dollar AS sejak akhir April (pasar Jepang ditutup karena libur umum).

Meskipun rupiah melemah ke hampir Rp 13.400 per dollar AS menyebabkan kekuatiran, hal ini juga sejalan dengan tren global (momentum bullish dollar AS yang meluas). Oleh karena itu, Bank Indonesia diprediksi untuk membiarkan mata uangnya bergerak sejalan dengan fundamentalnya. Meskipun begitu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan minggu lalu bahwa rupiah saat ini sedikit undervalued. Dia menambahkan bahwa Bank Indonesia terus memonitor pasar namun tidak menargetkan level yang spesifik untuk rupiahnya.

Sejauh ini di tahun ini, rupiah telah melemah 7,2% terhadap dollar AS, maka menjadi mata uang negara berkembang Asia dengan performa terburuk setelah ringgit Malaysia.

Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Bahas