Setelah larangan ekspor Indonesia mulai efektif berlaku pada Januari 2014, harga nikel global segera melonjak karena pasar mengantisipasi suplai yang lebih rendah. Meskipun begitu, ketika kita melihat grafik di bawah, kita melihat kenaikan besar pada harga nikel yang terjadi pada pertengahan pertama tahun 2014 telah dinetralisir. Faktanya, harga nikel saat ini kembali pada level yang ditinggalkannya pada awal 2014, mengimplikasikan bahwa larangan ekspor Indonesia hanya memiliki dampak sementara pada harga nikel global dan bahwa suplai global masih lebih besar daripada permintaan. Perkembangan ini kontras dengan asumsi awal para analis yang memprediksi akan terjadi kenaikan harga nikel jangka panjang.

Harga Nikel:

Harga nikel global telah menurun di beberapa tahun terakhir terutama karena permintaan yang menurun dari Republik Rakyat Tionghoa (RRT), negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Menurunnya aktivitas konstruksi di RRT dan pertumbuhan ekonomi yang lemah membatasi permintaan untuk besi dan karenanya juga nikel karena hampir setengah dari impor nikel RRT digunakan untuk manufaktur besi yang digunakan dalam konstruksi.

Ekspansi perekonomian RRT menyentuh titik terendah selama 24 tahun terakhir di 2014 pada 7,4% (y/y). Di 2014 impor biji nikel RRT jatuh 33% menjadi 47,76 juta metrik ton menurut Administrasi Umum Beacukai RRT.

Walaupun begitu, mengagumkan bahwa larangan ekspor Indonesia hanya menyebabkan kenaikan harga nikel jangka pendek. Beberapa laporan, namun tidak dikonfirmasi ataupun didukung oleh bukti, mengklaim bahwa pengapalan nikel ilegal dari Indonesia menyebabkan suplai nikel global meningkat di pertengahan 2014 dan karenanya memberikan tekanan menurun pada harga nikel internasional.

Karena aktivitas konstruksi RRT dan juga perekonomian dunia tetap bergerak lambat, besar kemungkinan bahwa harga nikel internasional tidak akan memiliki banyak ruang untuk meningkat di sisa tahun 2015.

Indonesia Merencanakan Pajak yang Lebih Tinggi untuk Impor Besi

Sementara itu, para manufaktur Indonesia pipa besi keberatan dengan rencana Pemerintah Indonesia untuk menaikkan pajak impor besi menjadi 15% (untuk besi dari Most Favored Nations) dari pajak saat ini yaitu antara 0% sampai 5%. Melalui pajak impor yang lebih tinggi, Pemerintah bertujuan untuk melindungi dan mendongkrak industri besi domestik. Meskipun begitu, para manufaktur pipa besi domestik keberatan karena pajak yang lebih tinggi akan menyebabkan harga yang lebih tinggi dan karenanya membuat pipa besi Indonesia kurang kompetitif di pasar internasional.

Bahas