Karena kondisi yang kurang kondusif ini, Lukman memprediksi bahwa pertumbuhan omset pada tahun fiskal 2015 akan terbatas menjadi sekitar 6% (y/y), turun dari dugaan awal pertumbuhan sebesar 8% (y/y). Bahkan, Lukman menambahkan bahwa bila kondisi lebih memburuk maka prediksi pertumbuhan yang baru ini akan perlu direvisi lagi. Tahun lalu, omset di industri makanan dan minuman Indonesia mencapai Rp 1,020 triliun, naik dari Rp 940 miliar di 2013.

Pada awal tahun ini, para produsen makanan dan minuman olahan di Indonesia menaikkan harga sekitar 5 sampai 10% karena kenaikkan biaya transportasi karena pemerintah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi pada akhir 2014 sebagai upaya mengumpulkan dana untuk pengembangan ekonomi dan sosial. Meskipun biaya transportasi menurun setelah pemerintah Indonesia membiarkan harga bahan bakar bergerak mengikuti harga minyak dunia (yang hampir berkurang setengahnya sejak Juni 2014) pada awal 2015, industri ini masih mengalami dampak buruk dari nilai tukar rupiah yang melemah. Karena jumlah yang relatif besar dari bahan-bahan baku (seperti gula, gandum, susu, jus buah dan kedelai) diimpor, biaya operasional meningkat tajam karena melemahnya rupiah (terhadap dollar AS). Namun, karena manufaktur makanan dan minuman telah menaikkan harga pada awal tahun, mereka tidak ingin menaikkan harga lagi.

Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Lukman memprediksi bahwa performa industri makanan dan minuman akan membaik pada pertengahan 2014 karena didukung oleh perayaan-perayaan agama Islam seperti bulan Ramadan dan Idul Fitri saat konsumsi rumah tangga selalu naik. Keadaan industri ini juga bakal membaik bila ekonomi global membaik. Pasar ekspor utama industri makanan dan minuman olahan Indonesia adalah Jepang, Republik Rakyat Tionghoa (RRT), dan Eropa. Namun, ketiga wilayah ini saat ini sedang berjuang melawan perlambatan ekonomi dan karenanya permintaan dari pasar ekspor kunci ini tetap lambat. Perekonomian AS yang membaik, di sisi lain, memberikan kesempatan bagi industri ini. Kendati rupiah melemah (terhadap dollar AS) dan membuat biaya operasional tinggi, ini juga membuat produk-produk ekspor makanan dan minuman menjadi lebih kompetitif di pasar global.

Pada tahun 2015, industri makanan dan minuman olahan diprediksi menerima total investasi senilai Rp 60 triliun, terutama dari Jepang. Pada awal tahun ini, dua perusahaan permen Jepang - UHA Mikakutou Co Ltd dan Kanematsu Corp - melakukan investasi yang bila dikombinasikan bernilai Rp 300 miliar. Perusahaan-perusahaan mapan lainnya juga mencari kesempatan berekspansi di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini. Contohnya, Coca Cola Amatil menyatakan akan berinvestasi 800 juta dollar AS untuk tiga sampai empat tahun ke depan untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Faiz Ahmad, Direktur Industri Minuman dan Tembakau di Kementerian Perindustrian Indonesia, mengatakan bahwa investasi di manufaktur makanan dan minuman olahan di Indonesia akan ditujukan terutama untuk air minum botol dan minuman karbon.

Indonesia, negara dengan penduduk lebih dari 250 juta orang, adalah pasar yang menarik untuk produsen makanan dan minuman, terutama karena negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan karenanya jumlah penduduk kelas menengah meningkat cepat dan mengkonsumsi semakin banyak produk.

Bahas

buat nkri |

Penulis beritanya kurang teliti sehingga tertulis: "Tahun lalu, omset di industri makanan dan minuman Indonesia mencapai Rp 1,020 triliun, naik dari Rp 940 miliar di 2013". Kecil sekali angkanya. Saya meyakini industri kembang gula sendiri tidak lebih kecil dari Rp 14 Trilyun pada harga eceran..

Sebaiknya menggunakan akal sehat dalam menulis berita supaya kredibilitas tidak berkurang.