Bank Indonesia menyatakan bahwa cadangan devisa negara ini naik 6% pada bulan Desember (laju pertumbuhan bulanan terbesar sejak April 2012) akibat penarikan pinjaman pemerintah, hasil ekspor minyak dan gas, dan penerimaan obligasi (pemerintah) global. Penerimaan ini melebihi valuta asing yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat dan Bank Indonesia untuk membayar utang luar negeri dan menstabilkan rupiah.

Pada awal Desember, Pemerintah Pusat menjual obligasi Pemerintah senilai 3,5 miliar dollar AS (dalam mata uang dolar AS). Sementara itu, investor asing melakukan pembelian netto obligasi Pemerintah senilai Rp 10 triliun dalam mata uang lokal pada bulan terakhir tahun 2015.

Semakin tingginya tingkat cadangan devisa juga menyiratkan bahwa Bank Indonesia memiliki lebih banyak amunisi untuk mendukung nilai tukar rupiah. Tekanan tahun ini pada rupiah diperkirakan akan bertahan karena diperkirakan akan ada kenaikan suku bunga lagi di AS, sementara kekuatiran tentang perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (khususnya terkait yuan yang mungkin akan melemah) diperkirakan akan marak, kemungkinan meningkatkan capital outflow dari pasar negara-negara berkembang. Namun, dengan meningkatnya cadangan devisa Indonesia, investor seharusnya semakin memiliki kepercayaan terhadap rupiah, setidaknya untuk jangka pendek.

Bank sentral merasa puas dengan tingkat aset cadangan devisa saat ini. Ini mencakup 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran kembali utang eksternal pemerintah, jauh di atas standar internasional kecukupan cadangan di tiga bulan impor.

Cadangan Devisa Indonesia:

Bahas