Menurut Heru, OJK membuka peluang dibentuknya bank digital melalui tiga cara:

· Sebagai bagian dari unit bisnis bank konvensional yang sudah ada,
· Berupa bank konvensional yang diubah jadi bank digital,
· Bank yang sejak awal didirikan sebagai bank digital.

Aturan yang dibuat OJK nantinya bukan hanya memuat modal inti yang harus dipenuhi pemilik modal, tapi juga standar teknologi yang memungkinkan nasabah melakukan e-transaksi secara mandiri (seperti buka rekening, transfer, mengajukan kredit, buka deposito, dll) dan keamanan cyber yang terjamin.


Ramai-Ramai Mau Buka Digital Bank

Jika aturan tersebut berhasil dikeluarkan pada tahun ini, bukan tak mungkin bank digital di Indonesia langsung bermunculan. Kenyataannya memang ada banyak pihak yang nampak tertarik dengan bisnis bank digital ini, hingga memburu bank-bank bermodal mini untuk ‘disulap’ menjadi bank digital.

Masih segar dalam ingatan kita akuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi (Bank BKE) oleh Sea Group, pemilik usaha belanja online Shopee, yang terjadi di bulan Februari 2021. Kini Bank BKE pun berubah nama menjadi Bank Seabank Indonesia (SeaBank).

Sebelumnya, ada pula Bank Artos yang berubah nama menjadi Bank Jago. Bank ini diakuisisi di penghujung 2019 oleh banker senior Jerry Ng dan pendiri firma investasi Northstar Group Patrick Walujo. Keduanya memegang porsi 51 persen saham melalui PT Metamorfosis and Wealth Track Technology. Yang menarik, perusahaan ride hailing GoJek belakangan turut mengambil porsi dalam saham Bank Jago.

Selain itu, ada pula Bank Harda Internasional yang diakuisisi oleh pengusaha Chairul Tanjung (CT), melalui PT Mega Corpora. CT pun sebelumnya telah memiliki bisnis perbankan Bank Mega yang masuk dalam kategori BUKU III. Dalam lini bisnisnya, CT memiliki ekosistem pusat perbelanjaan, taman hiburan, hingga media.

Jangan lupa pula memperhitungkan perbankan dengan kapitalisasi terbesar di bursa tanah air, Bank Central Asia (BCA), yang saat ini sudah mengakuisisi Bank Royal dan me’make-over’nya menjadi BCA Digital. Lalu Bank BRI Agro yang merupakan anak usaha Bank plat merah Bank Rakyat Indonesia (BRI), serta Bank Neo Commerce milik Fintech Akulaku.


Modal Inti Calon Bank Digital di Indonesia:

Bank     Modal Inti
   (Rp triliun)
BCA Digital  1.37 (Q3-2020)
Bank Harda  0.30 (Q3-2020)
Bank Agro  4.17 (Q4-2020)
Bank Neo Commerce  1.06 (Q3-2020)
Bank Jago  1.06 (Q3-2020)
SeaBank  1.31 (Q3-2020)

Sumber: Speeddesk CNBC Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (BEI)

Siapa Paling Siap?

Untuk mengetahui yang mana yang paling siap menjadi bank digital adalah pertanyaan yang cukup sulit. Setiap calon memiliki keunggulan sendiri.

Posisi induk usahanya yang memiliki perbankan konvensional bermodal besar, tentunya akan menguntungkan BCA Digital, BRI Agro, dan Bank Harda Internasional. Apalagi konektivitasnya dapat ‘menumpang’ pada cabang bank induknya yang sudah tersebar luas.

Tapi di sisi lain, Seabank, Bank Jago, dan BNC sudah memiliki ekosistem yang mumpuni melalui e-commerce maupun fintech yang sangat bergairah di pasar negara berkembang.


Penggolongan Calon Bank Digital di Indonesia:

Kategori Bank
Bank Digital Baru Belum ada
Unit dari Bank Konvensional BCA Digital, BHI, BRI Agro
Stand-Alone Existing Bank BKE, Bank Jago, BNC

 
Kalaupun kelak para calon bank digital ini terbentur dari sisi permodalan, pasar emerging market memungkinkan pemiliknya untuk mengumpulkan dana dengan optimis melalui penerbitan rights issue – meskipun ada opsi pula dengan mengakuisisi bank mini lainnya.


Potensi Bank Digital di Indonesia

Para investor bersemangat untuk terjun ke bisnis bank digital bukan karena euphoria semata. Indonesia yang merupakan negara kepulauan memang memberikan tantangan geografis bagi perbankan konvensional untuk menyediakan layanan bagi masyarakat di pulau-pulau kecil dan perbatasan negara.

Lagipula, riset Google, Temasek, dan Bain & Company 2019 (dalam e-Conomy SEA 2019) menyebut 92 juta penduduk Indonesia tergolong unbanked. Selain itu, Kemenkop dan UKM menyebut dari sekitar hampir 60 juta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, baru 26 persen yang mendapatkan akses ke perbankan.


Hasil Riset E-Conomy SEA (2019):

Nilai ekonomi berbasis Internet di Indonesia = USD $50 miliar (sekitar Rp. 567.9 triliun). Ini setara 40% dari potensi di ASEAN
• Pasar e-commerce ASEAN diperkirakan tumbuh dari US $38,2 miliar (2019) menjadi US $153 miliar (2025). Mayoritas pasar ini berasal dari Indonesia, yang nilainya diperkirakan naik dari US $21 miliar (2019) menjadi US $82 miliar (2025)
• 92 juta penduduk RI = unbanked
• 47 juta penduduk RI = underbanked
• 42 juta penduduk RI banked
Pengguna Internet di Indonesia = 152 juta (2019)


Namun di sisi lain, data rilis Statista menyebut penggunaan smartphone atau ponsel pintar di Indonesia melonjak dari hanya di 28,6 persen populasi pada 2015, menjadi 63,3 persen populasi di 2019. Data ini bahkan memproyeksikan setidaknya 89,2% populasi di Indonesia telah memanfaatkan ponsel pintar di tahun 2025. Dengan coverage teknologi 4G yang diklaim pemerintah mencangkup 80 persen wilayah Indonesia, tentunya Internet dan bank digital bisa menjadi jawaban untuk menjangkau nasabah unbanked di daerah-daerah terpencil.


Bank Digital Jadi Dampak Pandemi COVID-19

Percaya atau tidak, pandemi COVID-19 telah mendorong semakin meningkatnya transaksi dan layanan keuangan secara digital di Indonesia, apalagi generasi warga di bawah 35 tahun -- yang terdiri dari kaum milenial dan generasi Z -- semakin menyadari pentingnya transaksi yang efisien dan cashless.

Muncul aturan untuk menjaga jarak fisik, belajar, bekerja, dan menjalankan berbagai beraktivitas dari rumah karena pandemi COVID-19. Hal ini menjadi pemicu percepatan penggunaan digital. Geliat yang sama merasuk di bidang keuangan. Semua bank mendadak “go digital”, baik dengan meningkatkan layanannya yang sudah ada, maupun bekerja sama dengan sejumlah fintech. Dengan bantuan teknologi, berbagai transaksi, pembayaran, aktivitas layanan perbankan dilakukan secara elektronik atau digital.

Oleh karena itu, kehadiran bank digital di Indonesia diyakini akan mengubah landscape industri perbankan. Sebab ratusan juta masyarakat yang masih unbanked atau underbanked itu merupakan peluang besar bagi bank digital di Indonesia.

Penulis: Elizabet Siregar

Bahas