Dow Jones Industrial Average jatuh 1,4%, Standard & Poor's 500 jatuh 1,5%, sementara Nasdaq composite index turun 1,4% pada hari Kamis (17/12) karena harga minyak yang terus-menerus turun dan juga aksi profit taking setelah reli yang terjadi kemarin karena kelegaan pasar setelah Federal Reserve AS mengakhiri ketidakjelasan yang tinggi dengan menaikkan suku bunga AS, sebuah tindakan yang sejalan dengan harapan pasar.

Kendati Federal Reserve mengatakan kenaikan suku bunga di masa depan akan dilakukan secara sangat bertahap dan lembut, rupiah Indonesia termasuk mata uang negara-negara berkembang yang diprediksi akan paling melemah terhadap dollar AS di 2016. Perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah masalah besar bagi perekonomian negara-negara Asia karena RRT adalah mitra dagang kunci untuk negara-negara ini. Yuan RRT yang lebih lemah (terhadap dollar AS) - karena pengetatan moneter di AS dan lebih sedikit larangan perdagangan yuan RRT setelah International Monetary Fund menambahkan yuan sebagai mata uang cadangannya - akan menarik melemah mata uang-mata uang di kawasan-kawasan tersebut. Negara-negara yang dibebani oleh defisit transaksi berjalan yang besar dianggap sebagai negara-negara yang paling rentan. Ini termasuk Indonesia.

Pada hari Kamis, bank sentral Indonesia membiarkan tingkat suku bunganya tak berubah karena bank sentral mau memonitor perkembangan (reaksi pasar terhadap kenaikan suku bunga AS) terlebih dahulu.

Bahas