Purchasing Manager's Index (PMI) RRT pada bulan Oktober tak berubah dari bulan sebelumnya pada 49.8 (angka di bawah 50,0 mengindikasikan kontraksi pada aktivitas manufaktur), ungkap Badan Pusat Statistik RRT. Sementara itu, PMI manufaktur final Caixin berada pada 48,3 di bulan Oktober, tanda lain bahwa perekonomiannya sedang kontraksi. Meskipun masih berkontraksi, pembacaan Caixin membaik dibandingkan pembacaan 47,2 di bulan September.

Saham-saham Jepang memimpin penurunan di Asia, jatuh dari level tertinggi selama 2,5 bulan terakhir, karena bank sentral menahan diri untuk meningkatkan tindakan-tindakan stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara ini.

Aktivitas manufaktur Indonesia juga terus berkontraksi di bulan Oktober. Menurut survei terakhir dari Nikkei, PMI manufaktur Indonesia di bulan Oktober berada pada 47,8, bulan ke-13 terjadi kontraksi beruntun. Namun, sebagai catatan positif, kontraksi membaik dari bulan sebelumnya.

Kabar baiknya adalah inflasi Indonesia menurun menjadi 6,25% pada basis year-on-year (y/y) pada Oktober 2015. Di dua bulan terakhir tahun 2015 kami memprediksi akan terjadi penurunan lebih tajam sebagai dampak dari menghilangnya pengaruh kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada November 2014 terhadap angka inflasi tahunan.

Inflasi yang terkontrol menyediakan harapan bahwa bank sentral Indonesia akan segera memotong BI rate yang relatif tinggi (saat ini pada 7,50%), sehingga memberikan ruang pada percepatan aktivitas ekonomi. Kendati begitu, karena rapuhnya rupiah (menjelang pengetatan moneter lebih lanjut di AS, kami ragu bahwa Bank Indonesia akan segera memotong suku bunga acuannya).

Jakarta Composite Index (IHSG):

Kebanyakan pasar di Asia juga diyakini terkena dampak dari kegiatan profit taking. Pada bulan Oktober, pasar pulih (setelah kuartal tiga yang sangat lemah) karena spekulasi bahwa Federal Reserve akan menunda kenaikan suku bunga AS sampai dengan tahun depan. Namun, dalam sebuah pernyataan usai pertemuan terakhir Federal Reserve (27-28 Oktober), bank sentral AS tampaknya membuka pintu pada kenaikan Fed Fund Rate di bulan Desember. Karenanya, kita kemungkinan dapat melihat ronde baru dari capital outflows dari pasar negara-negara berkembang di minggu-minggu mendatang.

Kendati begitu, kenaikan suku bunga AS bergantung pada data dan karena belanja konsumen hanya naik 0,1% di bulan September, di bawah perkiraan pasar, kenaikan suku bunga di bulan Desember kemungkinan tidak akan terjadi. Hasilnya dollar AS melemah terhadap kebanyakan mata uang negara-negara berkembang hari ini. Rupiah Indonesia menguat 0,11% menjadi Rp 13.669 per dollar AS (Bloomberg Dollar Index) pada hari Senin (02/11).

Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) menguat 0,32% menjadi Rp 13.682 per dollar AS pada (02/11).

Rupiah Indonesian versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Bahas