Ke-13 maskapai penerbangan domestik ini adalah Indonesia AirAsia, Batik Air (bagian dari Grup Lion), Cardig Air, Trans Wisata Prima Aviation, Istindo Services, Survei Udara Penas, Air Pasifik Utama, John Lin Air Transport, Asialink Cargo Airline, Ersa Eastern Aviation, Tri MG Intra, Nusantara Buana dan Manunggal Air.

Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Indonesia, mengumumkan bahwa ke-13 maskapai penerbangan ini telah diberi periode kelonggaran sampai dengan akhir Juli. Dalam periode ini mereka seharusnya merestrukturisasi modal mereka dalam rangka menghindari sanksi-sanksi (termasuk pembekuan izin operasional). Ekuitas negatif adalah hasil dari nilai sebuah aset yang digunakan sebagai jaminan pinjaman kurang dari outstanding balance pinjaman tersebut. Dilaporkan bahwa ekuitas negatif dari maskapai-maskapai penerbangan berada dalam cakupan antara Rp 10 miliar sampai triliunan rupiah. Jonan mengatakan bahwa penting untuk maskapai-maskapai penerbangan untuk menjaga ekuitas positif dalam rangka menjaga level keamanan standar.

Setelah kecelakaan maut Indonesia AirAsia QZ 8501 pada Desember 2014, yang menewaskan semua penumpangnya sebanyak 162 orang di Laut Jawa, Pemerintah Indonesia bertekad untuk meningkatkan kontrol atas industri aviasi Indonesia dan meningkatkan standar keamanan. Ini menyebabkan diterbitkannya beberapa peraturan baru. Contohnya, di Februari 2015, Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri No. 18/2015 yang mewajibkan maskapai-maskapai penerbangan domestik untuk menyerahkan pernyataan-pernyataan audit keuangan tahunan pada tanggal 30 April. Dengan memeriksa laporan-laporan ini, Kementerian dapat memonitor kondisi keuangan maskapai-maskapai penerbangan dan memastikan bahwa mereka beroperasi sesuai dengan standar keselamatan dan keamanan yang berlaku.

Sebuah peraturan baru yang diterbitkan adalah Peraturan No. 45/2015, menyatakan jumlah minimum modal disetor (paid-up capital) untuk perusahaan-perusahaan transportasi. Di dalam peraturan ini, maskapai-maskapai penerbangan komersil yang memiliki jadwal penerbangan dengan kapasitas lebih dari 70 kursi harus memiliki paid-up capital senilai Rp 500 miliar. Maskapai-maskapai penerbangan yang memiliki jadwal penerbangan dengan kapasitas maksimum 30 kursi diharuskan memiliki paid-up capital senilai Rp 300 miliar. Mereka yang mengoperasikan pesawat-pesawat kargo harus memiliki paid-up capital senilai Rp 100 miliar.

Ada total 65 maskapai penerbangan domestik yang aktif di Indonesia. Meskipun begitu, hanya empat – yaitu penerbangan berbendera nasional Garuda Indonesia, maskapai penerbangan berbiaya rendah Indonesia AirAsia, dan penyedia jasa carter penerbangan Airfast Indonesia dan Ekspres Transportasi Antarbenua (Premiair) – yang diizinkan untuk terbang ke Uni Eropa (UE) karena mereka telah lulus uji Program Audit Universal Safety Oversight, yang diadakan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).

Pada hari Selasa (30/06), pesawat militer Hercules C-130 jatuh di sebuah area pemukiman di Medan beberapa saat setelah lepas landas dari sebuah bandara militer. Menurut media lokal, pesawat tersebut membawa lusinan warga sipil dan hal ini menimbulkan tuduhan bahwa militer Indonesia menggunakan pesawat-pesawatnya untuk transportasi komersil.

Lanjut Baca:

Aviation Indonesia: Military Plane Crash in Medan (North Sumatra)
Aviation Safety Indonesia: New Law Means Death Small Indonesian Airlines?

Bahas