Kewajiban sertifikat SVLK telah meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan kayu Indonesia karena hal ini menunjukkan komitmen negara ini untuk memonitor legalitas industri kayu. Kendati begitu, di Oktober 2015 Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No.89/M-DAG/PER/10/2015. Peraturan baru ini mengecualikan 15 grup produk (Kode HS) dari sistem verifikasi SVLK (sebuah tindakan deregulasi), karenanya menghalangi target-target SVLK karena hal ini membuka ruang untuk kayu-kayu illegal untuk masuk dalam jaringan suplai (diketahui bahwa kayu illegal sangat marak tersebar di seluruh negeri), karenanya membuat UE mempertanyakan sampai tingkatan mana Indonesia berkomitmen untuk memastikan legalitas kayu dan juga manajemen hutan yang berkelanjutan di negara yang memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini dan merupakan salah satu produsen komoditi kunci di dunia.

Pengecualian ini mengancam implementasi rencana aksi FLEGT di UE pada April 2016 dan karenanya para pemangku kepentingan berharap bahwa UE dan Indonesia bisa segera mengharmonisasi kebijakan-kebijakan mereka. Saat ini, kira-kira 40% produk kayu di UE berasal dari Indonesia. Ekspor kayu di Indonesia ke UE mengalami pertumbuhan yang luar biasa setelah Indonesia memberlakukan sistem SVLK di 2009.

Dampak positif dari sertifikat SVLK dalam perdagangan kayu di negara ini juga dapat dilihat dari negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam, Myanmar dan Malaysia, yang belum memiliki system SVLK, yang kini dilaporkan berencana untuk mengirimkan perwakilan mereka ke Indonesia untuk mempelajari sistem SVLK dalam rangka membuat produk-produk kayu mereka lebih kompetitif di pasar internasional.

Bahas