Di tengah-tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut karena kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT), aset Indonesia didukung dengan adanya keputusan Pemerintah Indonesia untuk memotong harga bahan bakar. Langkah ini menimbulkan optimisme bahwa belanja konsumen di Indonesia akan meningkat dan dengan demikian akan meningkatkan kegiatan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Meski masih berada di wilayah merah, Shanghai Composite Index RRT turun hanya 0,26% pada hari Selasa karena Pemerintah RRT melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kerugian besar lagi. Beberapa perusahaan BUMN Cina ditujukan untuk membeli ekuitas, sementara larangan penjualan diberlakukan bagi investor besar (larangan ini akan berlaku melewati waktu jatuh tempo minggu ini). Sementara itu, bank sentral RRT menyuntikkan 100 miliar yuan ke pasar domestik dan menyebabkan yuan kuat (terhadap dollar Amerika Serikat). Kerugian terbatas di RRT hari ini ditiru oleh sebagian besar indeks Asia lainnya.

Pada hari Senin telah terjadi penjualan global (global sell-off) setelah dilaporkan bahwa industri manufaktur RRT terus menurun pada bulan Desember, sementara ketegangan diplomatik parah terjadi antara Arab Saudi dan Iran. Akibatnya Indeks Shanghai RRT turun hampir 7% kemarin, diikuti oleh kerugian besar di Asia, Eropa dan Amerika Serikat (AS). Dow Jones Industrial Average turun 1,6%, Indeks S &P 500 turun 1,5%, dan Nasdaq turun 2,1% pada hari Senin.

Sementara itu, Kementerian Keuangan Indonesia menjual obligasi senilai Rp 12 triliun pada lelang hari Selasa, sejalan dengan target indikatif. Namun, kurs rupiah acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) terdepresiasi 0,24% menjadi Rp 13.931 per dollar AS pada Selasa (5/1).

Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Bahas