Namun, Menteri Said menyatakan bahwa Indonesia akan terus mengikuti perkembangan global mengenai penggunaan tenaga nuklir, dan meskipun teknologi nuklir tidak akan menjadi pilihan dalam jangka pendek atau jangka menengah, Pemerintah bisa saja memutuskan untuk memanfaatkan sumber energi ini setelah tahun 2050 kalau dianggap perlu.

Sejak tahun 1950-an Indonesia telah bereksperimen dengan energi nuklir, dengan mengoperasikan tiga reaktor nuklir kecil di Jogjakarta (100 kilowatt), Bandung (250 kilowatt), dan Serpong (30 kilowatt).

Dalam Rencana Energi Nasional (National Energy Plan/NEP) Indonesia menetapkan target dan pedoman untuk pengembangan energi di negara ini. Sedangkan pada tahun 2006 - terakhir kali NEP direvisi - rencana ini masih memberikan ruang untuk pengembangan tenaga nuklir di Indonesia, revisi berikutnya akan menekankan penggunaan energi terbarukan (seperti tenaga geotermal dan batubara-bed methane) untuk memenuhi permintaan energi primer di negara ini. Energi terbarukan diproyeksikan untuk mengkontribusikan 23% dari total energi primer di Indonesia pada tahun 2025 (dari hanya 5% saat ini). Baru-baru ini, Dewan Energi Nasional Indonesia menyelesaikan revisi baru dari NEP yang akan segera ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. NEP juga berisi pedoman dan sasaran mengenai komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Sementara itu, peran batubara dalam campuran energi negara ini akan sedikit dikurangi dari 33% menjadi 30% dari total energi primer. Kontribusi minyak ditetapkan akan meningkat dari 20% menjadi 25% dari total campuran energi dalam satu dekade selanjutnya. Terakhir, gas alam direncanakan untuk berkontribusi sebesar 22% dari campuran energi pada tahun 2025.

Energy Mix Indonesia:

   Energy Mix
      2011
 Energy Mix
      2025
Minyak        50%        25%
Batubara        24%        30%
Gas        20%        22%
Energi Terbarukan         6%        23%

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia

Bahas