Namun, masih ada tantangan yang signifikan pada 2016. Salah satu tantangan, yang juga menyebabkan volatilitas yang parah di pasar keuangan global pada tahun 2015, adalah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Pada bulan Desember 2015 Federal Reserve AS akhirnya memutuskan untuk menaikkan Fed Fund Rate sebesar 0,25% karena pemulihan ekonomi dari AS terus berlanjut. Pada tahun 2016 kami memprediksi suku bunga AS akan semakin naik. Namun, kenaikan ini diprediksi terjadi secara bertahap dan lembut untuk menghindari guncangan.

Tantangan kedua pada tahun 2016 adalah perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini menggeser struktur ekonominya dari didorong oleh ekspor dan investasi menjadi didorong oleh belanja konsumen. Pergeseran ini ikut menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi RRT ke level terendah selama 25 tahun terakhir (terlepas dari adanya upaya bank sentral untuk meningkatkan ekonomi lokal dengan memotong suku bunga acuan RRT dan memudahkan persyaratan cadangan bagi bank).

Di pertengahan 2015 keprihatinan tentang ekonomi RRT (dan dampaknya pada perekonomian dunia) meningkat karena hancurnya gelembung pasar saham Cina, diikuti oleh devaluasi yuan pada bulan Agustus 2015. RRT mungkin menurunkan suku bunganya lebih lanjut di 2016 dan mungkin memutuskan untuk mendevaluasi yuan lagi. Yuan yang lebih lemah menyiratkan bahwa pasar negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, harus melemahkan mata uang mereka juga untuk menjaga daya saing mereka (dalam hal kinerja ekspor). Bagi para investor yang berinvestasi di saham Indonesia, rupiah yang melemah adalah penyebab keprihatinan.

Pembangunan infrastruktur diperkirakan akan tumbuh kuat pada tahun 2016 didukung oleh pengeluaran dan dukungan Pemerintah (misalnya didukung oleh insentif dalam delapan paket stimulus ekonomi pemerintah). Pemerintah mengalokasikan rekor Rp 313,5 triliun, atau 2,5% dari produk domestik bruto (PDB) untuk proyek-proyek infrastruktur. Sektor yang terkait pembangunan infrastruktur, seperti semen, konstruksi, properti dan perbankan (karena bank diharapkan meminjamkan lebih banyak dana untuk proyek-proyek infrastruktur) akan merasakan dampak positif juga.

Khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang (sebagian) dimiliki oleh Pemerintah, dan dengan demikian memiliki hubungan dekat dengan Pemerintah, berada dalam posisi yang baik untuk mengumpulkan kontrak untuk proyek-proyek infrastruktur ini (Wijaya Karya, Waskita Karya, Adhi Karya dan Jasa Marga adalah contoh perusahaan konstruksi yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Pemerintah).

Sektor properti di Indonesia diperkirakan akan merasakan dampak positif dari paket stimulus ekonomi kelima karena paket tersebut membatalkan pajak ganda pada investment trusts real estate. Dengan demikian, perusahaan properti seperti Ciputra Development, Pakuwon Jati dan Bumi Serpong Damai diharapkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik.  

Dengan pertumbuhan PDB Indonesia yang diharapkan dapat berakselerasi menjadi 5,3% pada basis year-on-year (y/y) pada tahun 2016 sementara inflasi diperkirakan tetap terkendali di bawah 4% (y/y), daya beli masyarakat seharusnya meningkatkan. Oleh karena itu, beberapa saham blue chips di sektor konsumsi yang menarik, seperti Indofood Sukses Makmur, Kalbe Farma, Unilever Indonesia dan Gudang Garam.

Meskipun perusahaan-perusahaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah diganggu oleh harga CPO yang rendah, mereka mungkin mengalami tahun yang kuat di 2016 karena harga CPO diperkirakan akan pulih secara bertahap karena pembatasan produksi CPO dan program biodiesel Indonesia.

Saham Unggulan pada Tahun 2016:

Perusahaan   Estimated
YoY Growth
Perusahaan   Estimated
YoY Growth
Bank Central Asia    +16.30% Nippon Indosari Corpindo    +20.00%
Bank Rakyat Indonesia    +21.70% Mayora Indah    +13.95%
Bank Mandiri    +28.80% Jasa Marga    +25.00%
Wijaya Karya    +22.00% Pakuwon Jati    +11.00%
Waskita Karya    +16.20% Ciputra Development    +13.10%
Pembangunan Perumahan    +15.50% Bumi Serpong Damai    +16.60%
Adhi Karya    +28.80% Astra Agro Lestari    +62.20%
Indofood CBP Sukses Makmur    +16.30% PP London Sumatra Indonesia    +11.50%
Unilever Indonesia    +10.73% Sampoerna Agro    +11.50%

Bahas