Rupiah juga kena dampak negatif karena para pelaku pasar berspekulasi bahwa Nonfarm Payrolls Amerika Serikat (AS) di Mei yang akan dirilis pada hari Jumat akan membaik. Kemarin (03/06), ADP Nonfarm Employment AS naik sebesar 201.000 di bulan Mei, sedikit lebih tinggi dari perkiraan dan menyebabkan sentimen positif mengenai perekonomian AS. Meskipun begitu, data AS yang lain tidak sepositif itu. Contohnya, ISM Non-Manufacturing di bulan Mei jatuh menjadi 55,7 dari 57,8 di bulan sebelumnya.

Meskipun begitu, rupiah mungkin didukung oleh euro yang menguat. Setelah inflasi Uni Eropa di bulan Mei yang lebih baik dari perkiraan pada 0,3% pada basis year-on-year (y/y) kenaikan ini (meskipun masih jauh di bawah target European Central Bank jangka menengah sampai panjang pada <2%) membuat sejumlah investor berspekulasi bahwa Bank Sentral Eropa mungkin akan menghentikan program pembelian obligasinya sebelum September 2016. Sebagai hasilnya euro telah menguat terhadap dollar AS dan ini seharusnya menyediakan dukungan untuk rupiah (dan mata uang negara-negara berkembang lainnya).

Meskipun begitu, ketidakjelasan tetap ada karena krisis hutang Yunani. Pada hari Jumat, Yunani diharuskan untuk melakukan pembayaran kembali hutang kepada International Monetary Fund (IMF). Tetapi Yunani masih perlu membereskan kesepakatan dengan para kreditor Uni Eropa-nya untuk mendapatkan dana bailout dan menghindari keluarnya Yunani dari Uni Eropa.

Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) menurun 0,35% menjadi Rp 13.243 per dollar AS pada hari Kamis (04/06).

Indonesian Rupiah versus US Dollar (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Tidak ada banyak data domestik yang bisa mendukung rupiah selain (sedikit) optimisme bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia akan berakselerasi di kuartal kedua tahun 2015. Meskipun begitu, kebanyakan investor ‘tidak terhibur’ setelah melihat inflasi Mei Indonesia yang melaju melebihi prediksi. Indeks harga konsumen Indonesia naik menjadi 7,15% (y/y) di bulan Mei, dari 6,79% (y/y) di bulan sebelumnya, terutama karena harga transportasi dan makanan yang lebih tinggi. Ini mengimplikasikan bahwa bank sentral diprediksi akan tetap menjaga tingkat suku bunga yang tinggi pada saat ini.

Bahas