Sementara itu, nilai tukar rupiah telah melemah 0,65% ke Rp 13,061 per dollar AS berdasarkan Bloomberg Dollar Index pada pukul 12:15 Waktu Indonesia Barat (WIB). Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) melemah 0,49% ke Rp 13,047 per dollar AS pada hari Senin (09/03).

Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):

| Source: Bank Indonesia

Data ekonomi AS yang menunjukkan pemulihan struktural di negara dengan ekonomi terbesar di dunia (dan memberikan sinyal berkurangnya kebutuhan untuk kebijakan moneter yang longgar) mengurangi sentimen pasar yang positif. Sentimen positif sebelumnya terjadi karena cadangan devisa Indonesia yang meningkat (meningkat menjadi 115,5 miliar dollar AS pada akhir Februari), surplus perdagangan Republik Rakyat Tionghoa (surplus perdagangan bulanan mencatat rekor tertinggi sebesar 60.6 miliar dollar AS pada bulan Februari), harapan akan negosiasi yang positif antara Yunani dan para kreditornya mengenai hutang-hutang Yunani, dan program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) dari European Central Bank yang mulai dilaksanakan pada hari ini (program ini mencakup pembelian sekitar 60 miliar euro dari obligasi pemerintah dan swasta setiap bulannya hingga September 2016).

Sementara itu, Kementerian Keuangan Indonesia menjual Rp 21.97 triliun dari Sukuk Ritel (obligasi ritel syariah, atau SUKRI) yang ditawarkan kepada para investor perorangan Indoenesia, pada hari Senin (09/03), naik dari penjualan tahun lalu yang mencapai Rp 19.32 triliun. Obligasi yang jatuh tempo pada 6 Maret 2018 ini memiliki kupon 8,25%, lebih rendah dari 8,75% dari penerbitan di tahun lalu. Aset acuan (underlying assets) dari SUKRI adalah beberapa proyek Pemerintah yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 (APBN 2015).

Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan mengatakan bahwa Pemerintah juga akan menerbitkan obligasi ritel konvensional untuk warganegara Indonesia pada Oktober 2015 (dengan target indikatif Rp 20 triliun).

Bahas