Bank sentral terlihat akomodatif, tapi di sisi lain menjadi sinyal bahwa tekanan pandemic terhadap ekonomi Indonesia rupanya belum berakhir, dan lebih buruk dari perkiraan. Makanya Bank Indonesia (BI) juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi pada kisaran 4,3%-5,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya pada kisaran 4,8%-5,8%. Keputusan ini sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2020.


Bank Indonesia's Benchmark Interest Rate:


Tidak hanya itu, BI juga menggelontorkan insentif menarik: pembelian rumah dan kendaraan dengan down payment (DP) 0%!

Artinya dibuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia, untuk memiliki tempat tinggal dan mobil idaman mereka tanpa menggunakan uang muka sama sekali, jika mereka memilih alternatif kredit perbankan untuk pembayaran. Insentif ini berlaku sejak Maret 2021 dan ditargetkan akan bertahan hingga akhir tahun.

Kebijakan ini seakan menjadikan sektor properti dan otomotif sebagai 'anak emas'. Tapi jika disimak lebih teliti, nampaknya BI sebagai otoritas moneter berupaya untuk mempercepat siklus pemulihan ekonomi at any cost.

Seperti yang lazim diketahui, saat ekonomi bangkit dari keterpurukan, maka sektor-sektor yang akan bergerak pertama adalah perbankan, diikuti oleh tambang dan komoditas. Ini mengingat pergerakan ekonomi akan menuntut banyak energi dan bahan baku. Setelah geliat ekonomi positif, maka sejumlah sektor lain yang menjadi lambang kemakmuran akan mengikuti: properti, otomotif, dan pariwisata.

Namun pandemi Covid-19 yang menuntut pembatasan sosial dan minimnya pergerakan untuk sekedar relaks dan bersantai, membuat promosi perjalanan untuk liburan seakan menjadi suatu ‘kesalahan’. Namun promosi untuk hunian dan kendaraan dinilai masih layak. Sehingga insentif DP 0% diharapkan dapat meningkatkan permintaan terhadap rumah dan mobil atau motor. Meskipun di sisi lain, justru menjadi beban besar untuk perbankan.


Insentif Properti Jadi Game Changer

Kemampuan uang muka 0% property nampaknya lebih patut disimak ketimbang otomotif, sebab keputusan property bebas uang muka bisa menjadi game changer untuk investasi di Indonesia 2021.

Lihat saja pergerakan saham-saham sector property di IDX yang langsung melonjak pada perdagangan 18-19 Februari 2021.


Saham-Saham Perusahaan Properti Yang Melonjak 18-19 Februari 2021:

Emiten Kinerja Saham
Agung Podomoro Land +2.78%
Ciputra Development +4.91%
Lippo Karawaci +5.00%
Summarecon Agung +5.75%


Meski begitu, seringkali di billboard iklan kita melihat promosi menarik dengan tulisan kecil di pojok kiri bawahnya “syarat dan ketentuan berlaku” – dan ini juga terjadi pada insentif “bebas uang muka” yang diberikan BI.

Rupanya tidak semua bank bisa jadi penyalur kredit properti (KPR/ KPA) dengan uang muka 0%. Direktur Departemen Kebijakan dan Koordinasi Makroprudensial BI Yanti Setiawan mengatakan hanya bank yang rasio kredit bermasalah (NPL) di bawah 5%, yang dapat memberikan KPR/KPA dengan DP 0%.


Bank dengan NPL di Bawah 5 Persen (Q4-2020):

Bank NPL Ratio
Bank Rakyat Indonesia (BRI) 2.99%
Bank Negara Indonesia (BNI) 4.25%
Bank Mandiri 3.29%
Bank Tabungan Negara (BTN) 4.37%
Bank Central Asia (BCA) 1.79%
Bank Panin 3.05%
CIMB Niaga 3.89%
Bank Danamon 2.84%
Bank Permata 3.78%


Tentu saja syarat ini semakin mempersempit bank mana saja yang bisa berpartisipasi, setidaknya yang masuk kategori bank BUKU IV dan sebagian bank BUKU III.

Meski begitu perbankan yang tidak memenuhi standar NPL masih tetap dapat menyalurkan kredit bebas uang muka ini, dengan catatan debitur membeli rumah pertamanya dan terbatas untuk rumah Tipe 21 (rumah minimalis 21 m2).


Sistem BUKU Perbankan Indonesia:

Category Kapital Inti
BUKU I < Rp 1 trillion
BUKU II Rp 1 trillion - Rp 5 trillion
BUKU III Rp 5 trillion - Rp 30 trillion
BUKU IV > Rp 30 trillion


Pelonggaran Properti Jadi Tantangan Perbankan

Kebijakan ini bolehlah diapresiasi, karena di satu sisi sangat pro masyarakat golongan menengah ke bawah yang mungkin bahkan belum memiliki rumah pertama mereka. Dan di sisi lain, juga memberikan peluang bagi masyarakat yang doyan investasi properti, meskipun membatasi pilihan bank mereka untuk kredit.

Namun apakah kebijakan ini serta merta membuat perbankan happy? Tidak juga. Dalam pengumuman hasil RDG BI hari Kamis (18/02/2021) Gubernur BI, Perry Warjiyo, bahkan terkesan menyindir bank-bank BUMN dengan meminta mereka untuk segera menurunkan bunga kredit yang berlaku.

Pasalnya meskipun sepanjang 2020 BI sudah menurunkan BI7DRR hingga 225 bps (dari 5.00% menjadi 3,75% fantastis bukan…) namun gapnya dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan masih sangat besar, dan yang tertinggi justru di bank-bank plat merah.


SBDK Perbankan Indonesia:

Categori SBDK (%)
SBDK Perbankan 10.11
SBDK Bank BUMN 10.79
SBDK BPD  9.80
SBDK BUSN  9.67
SBDK KCBA  6.17


Tidak heran kalau bunga kredit KPR perbankan yang telah berjalan pun masih sulit turun dari 2 digit. Pada periode 2020, SKBD kredit konsumsi KPR berada di 9,70%.

Dengan masih berlangsungnya pandemi di 2021 dan tentunya kehati-hatian perbankan untuk mencegah kredit macet, tidak menutup kemungkinan bank justru akan menaikkan bunganya dari yang sudah berlaku, jika harus menerapkan kredit KPR/KPA dengan DP 0%.

Penulis: Elizabet Siregar

Bahas