Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini sepertinya tidak bisa terjadi sebelum tahun 2016 karena pertumbuhan investasi yang tetap lambat dan harga berbagai komoditi dunia yang tetap rendah (karena perlambatan ekonomi di Republik Rakyat Tionghoa) yang membatasi performa ekspor Indonesia. Dengan mempertimbangkan konteks ini, Bank Dunia yakin bahwa satu-satunya cara untuk memicu kecepatan pertumbuhkan ekonomi adalah dengan meningkatkan belanja pemerintah untuk infrastruktur sebanyak dua kali lipat dengan segera (sehingga menyebabkan efek berganda dengan meningkatkan permintaan dan mempercepat fixed investment spending), yang saat ini berada di angka 4,3% dalam basis year-on-year (y/y). Indonesia dihalangi oleh infrastrukturnya yang lemah yang menyebabkan biaya logistik yang tinggi dan membuat bisnis di Indonesia menjadi kurang kompetitif.

Rodrigo Chaves, Kepala Pewakilan Bank Dunia untuk Indonesia, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia layak mendapatkan pujian karena menerapkan reformasi-reformasi kunci, seperti reformasi subsidi bahan bakar minyak. Namun, karena harga minyak dunia yang rendah dan lemahnya ketaatan membayar pajak, penghematan dari usaha reformasi subsidi ini telah semakin berkurang maka dimerlukan tindakan kebijakan publik berkelanjutan.

Bank Dunia mengonfirmasi bahwa konsumsi domestik di Indonesia terus menjadi pendorong utama dari pertumbuhan ekonomi (berkontribusi lebih dari setengah dari total pertumbuhan ekonomi). Namun, resiko-resiko yang disebabkan karena kredit yang relatif ketat, biaya impor yang lebih tinggi, dan tekanan margin keuntungan bisa merusak belanja domestik dan investasi domestik. Oleh karena itu, Bank Dunia menyarankan Pemerintah untuk melanjutkan upaya-upaya meningkatkan iklim investasi dan meningkatkan belanja investasi pada infrastruktur. Peluncuran program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) adalah sebuah langkah maju namun penerapan sepenuhnya akan membutuhkan waktu.

video platformvideo managementvideo solutionsvideo player

Temuan-Temuan Kunci di Edisi Maret 2015 Indonesia Economic Quarterly:

• Reformasi subsidi bahan bakar yang berani telah membuka jalan untuk APBN 2015 untuk mengubah alokasi belanja Pemerintah lebih terfokus ke arah prioritas-prioritas pembangunan, terutama biaya-biaya modal, yang dianggarkan untuk bertambah dua kali lipat dibandingkan dengan hasil di 2014.

• Penerimaan negara berada di bawah tekanan. Penerimaan minyak dan gas diproyeksikan menurun 57% di tahun 2015. Ini membuat pertambahan signifikan dalam total pendapatan dari tahun 2014 kemungkinan tidak bisa terjadi, kontras dengan pertambahan 14,6% pada pendapatan-pendapatan yang menjadi asumsi anggaran.

Oleh karena itu, pengeluaran modal (capital expenditure) Pemerintah kemungkinan tidak akan meningkat seperti dianggarkan karena dibatasi bukan hanya oleh tantangan-tantangan dalam pelaksanaannya namun juga karena pemotongan-pemotongan anggaran di beberapa area demi mencapai batas defisit fiskal de facto sebesar 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Belanja infrastruktur yang lebih tinggi oleh berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menyediaan tambahan pendorong untuk fixed investment, namun kuantitas dan kualitas belanja anggaran berbagai BUMN ini tidak bisa dipastikan.

Perekonomian Indonesia terus mengalami tekanan karena harga dan permintaan untuk berbagai komoditi dunia yang lebih rendah, terutama dari Republik Rakyat Tionghoa (RRT). Hal ini berkontribusi pada penurunan kecepatan pertumbuhan PDB menjadi 5% pada tahun 2014. Bank Dunia memperkirakan PDB akan meningkat secara lumayan, menjadi kira-kira 5,5% pada tahun 2016, yang terjadi sebagai efek lanjutan dari pertumbuhan fixed investment, dibantu dengan belanja infrastruktur yang meningkat (walaupun tidak mencapai level-level yang ditargetkan). Ekspor diharapkan untuk pulih secara perlahan namun, karena investasi juga akan meningkatkan impor, ekspor netto tidak diprediksi akan menjadi pendorong pertumbuhan yang besar.

Penyebab perlambatan pertumbuhan sejak tahun 2012 yang patut dipertimbangkan merujuk pada pengurangan tingkat pertumbuhan potensial (sehingga perkiraan hanya menjadi 5,5% atau kurang dari itu) yang terjadi bukan hanya karena penurunan sebagai siklus pertumbuhan namun juga karena penurunan harga berbagai komoditi. Laporan edisi terbaru ini menelaah peran sektor sumber daya alam Indonesia selama periode commodity boom, dan menilai prediksi ke depan yang akan lebih menantang. Pengembangan kebijakan dan kerangka hukum yang tepat serta manajemen publik yang efektif dari sektor sumberdaya alam akan menjadi sangat penting supaya kekayaan alam Indonesia akan bisa memainkan peran lebih besar dalam pembangunan negara ini.

Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan berkisar rata-rata 3,0% dari PDB karena faktor-faktor struktural, ekspor yang lambat, dan sejumlah impor yang akan terjadi kemudian berkaitan dengan investment yang lebih besar. Penurunan tajam harga minyak dunia sejak pertengahan 2014 mengurangi defisit perdagangan, namun penghematan dari impor netto minyak yang lebih rendah diprediksi akan semakin berkurang karena penurunan pendapatan dari ekspor gas alam.

Kenaikan harga beras di Februari menyoroti isu-isu struktural di pasar beras Indonesia yaitu manajemen yang tidak jelas dan tertunda pekerjaannya karena kurangnya data yang akurat dan tepat waktu. Indeks CPI yang menjadi sorotan sebelumnya menurun, terutama karena menurunnyanya harga bahan bakar eceran sejak Januari, walaupun inflasi inti tetap melekat pada angka 5,0% (y/y).

Seperti mata uang di kebanyakan pasar negara-negara berkembang, nilai tukar rupiah telah melemah secara signifikan terhadap dollar AS. Namun, sejak pertengahan 2014 rupiah menguat nilainya dalam konteks real trade-weighted. Sistem harga bahan bakar yang baru mengurangi resiko fiskal langsung dari penguatan dollar AS sepanjang kebijakan ini diimplementasikan secara konsisten.

Agenda reformasi Pemerintah yang ambisius telah meraih sukses awal yang penting dan meningkatkan harapan-harapan. Mempercepat pertumbuhan yang berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan sekarang akan membutuhkan fokus pada implementasinya. Contohnya, Pemerintah memprioritaskan prosedur perampingan untuk perizinan bisnis, dan telah membangun momentum awal yang kuat, namun reformasi operasional tetap menghadapi halangan-halangan yang kompleks.

Lanjut Baca:

World Bank Indonesia Economic Quarterly ‘High Expectations’ (March 2015)

Bahas

Sarah Taylor |

Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini sepertinya tidak bisa terjadi sebelum tahun 2016 karena pertumbuhan investasi yang tetap lambat dan harga berbagai komoditi dunia yang tetap rendah yang membatasi performa ekspor Indonesia. upcoming ico oix.li Indonesia dihalangi oleh infrastrukturnya yang lemah yang menyebabkan biaya logistik yang tinggi dan membuat bisnis di Indonesia menjadi kurang kompetitif.