Indonesia adalah salah satu negara yang masih melaksanakan hukuman mati bagi terpidana penyelundup narotika. Setelah mendapatkan moratorium eksekusi antara 2008 dan 2013 (didukung oleh presiden saat itu yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menentang hukuman mati), penyelundup narkotika kelahiran Nigeria Adami Wilson adalah terpidana pertama yang dieksekusi pihak berwenang Indonesia pada Maret 2013.

Presiden baru Indonesia Joko Widodo, yang memulai masa kerjanya pada Oktober 2014, mengambil sikap lebih keras terhadap penyalahgunaan dan penjualan narkotika karena dia ingin melindungi kesehatan masyarakat Indonesia (setiap tahunnya antara 40 sampai 50 orang meninggal karena alasan-alasan yang berkaitan dengan narkotika di Indonesia). Oleh karena itu, para penyelundup narkotika asing seharusnya tidak mengharapkan pengampunan. Joko Widodo, dikenal dengan nama Jokowi, menunjukkan sikap kerasnya ketika - meskipun ada tekanan-tekanan internasional - dia menolak permohonan pengampunan dan mengizinkan eksekusi lima warganegara asing (dari Brazil, Belanda, Malawi, Nigeria, dan Vietnam) dan satu orang warganegara Indonesia pada Januari 2015. Eksekusi-eksekusi ini menyebabkan ketegangan-ketegangan diplomatik sementara karena Belanda dan Brazil menarik kembali duta besar mereka ke negara masing-masing untuk berdiskusi.

Satu bulan sesudahnya, Jokowi menolak permohonan pengampunan dari Pemerintah Australia ketika pihak berwenang Indonesia mulai mempersiapkan eksekusi dua warganegara Australia: Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Sekalipun perlawanan asing yang sangat keras terhadap eksekusi ini (termasuk ancaman Australia untuk memboikot liburan ke Bali) berhasil menunda eksekusi, sepertinya kecil kemungkinan bahwa Indonesia akan membatalkan eksekusi. Chan dan Sukumaran, yang telah dijatuhi hukuman mati di Indonesia sejak 2006, telah diidentifikasi sebagai pemimpin ‘Bali Nine’, sebuah kelompok yang terdiri dari sembilan orang (ditangkap di Pulau Bali di 2005) yang dinyatakan bersalah karena berusaha menyelundupkan 8 kilogram heroin dari Bali ke Australia.

Jaksa Agung Indonesia H.M. Prasetyo menyatakan bahwa Indonesia menunda eksekusi beberapa narapidana asing kasus narkotika karena negara ini sedang menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika ke-60 (19-24 April 2015).

Pada bulan ini, Presiden Perancis Francois Hollande memperingatkan Jokowi bahwa hubungan diplomatik antara Indonesia dan Perancis bisa rusak apabila Indonesia tetap mengeksekusi Serge Atlaoui. Pada awal bulan ini, Mahkamah Agung Indonesia menolak permohonan yang mengimplikasikan bahwa persiapan eksekusi Atlaoui bisa dilakukan. Atlaoui telah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena peranannya dalam sebuah laboratorium ecstasy di Jakarta. Kendati begitu, Atlaoui selalu membantah semua tuduhan ini.

Permohonan internasional sepertinya tidak akan mengubah keputusan Jokowi. Di Indonesia hukuman mati mendapatkan dukungan cukup kuat dari pihak elit maupun masyarakat pada umumnya. Terlebih lagi, Jokowi memahami bahwa masyarakat Indonesia menginginkan seorang pemimpin kuat yang bisa menolak pengaruh asing. Oleh karena itu, menjadi suatu kepentingan bagi Jokowi sendiri untuk melanjutkan eksekusi dan menolak memberikan presidential clemency. Terlebih lagi, gangguan hubungan internasional hanyalah masalah sementara. Contohnya, para diplomat Belanda dan Brazil yang dipanggil kembali ke negaranya setelah warganegaranya dieksekusi di Januari 2015, kembali ke Indonesia beberapa minggu kemudian dan tidak ada konsekuensi yang permanen. Lagipula, apakah sepadan mempertaruhkan perdagangan bernilai miliaran untuk nyawa satu orang penyelundup narkotika?

Pada Januari 2015 dilaporkan bahwa 138 orang sedang menanti hukuman mati di Indonesia, sebagian besar dari mereka - 64 - dinyatakan bersalah atas kejahatan yang berkaitan dengan narkotika.

Bahas

arif |

For the leaders of the world. I want to know. What do you think about the biggest issue of the history about the persecution of HUMAN CRIME in china like FALUN GONG, Genocide, ilegal labour, organ harvesting etc. The number of VICTIMS already MILLIONS.Since 1999. It has been 15 years. And its still happening right now.