Presiden Widodo menganggap jalan tol Trans-Sumatra sebagai salah satu proyek infrastruktur kunci yang akan memiliki dampak berganda dalam perekonomian Indonesia. Pada saat ini, negara ini terhambat oleh biaya-biaya logistik yang tinggi karena kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur. Hal ini secara signifikan mengurangi daya saing perusahaan-perusahaan. Pembangunan jalan tol ini diduga akan menghabiskan total biaya Rp 300 triliun.

Pembebasan lahan dan (kurangnya) pendanaan biasanya menjadi halangan-halangan utama pengembangan infrastruktur di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini. Pada tahun 2005 dan 2008, Pemerintah Indonesia telah melangsungkan tender untuk beberapa sektor dari jalan tol Trans-Sumatra kepada sektor swasta. Namun, karena besarnya biaya ditambah dengan rendahnya internal rate of return (IRR), sektor swasta tidak menunjukkan minat terhadap proyek ini. Terlebih lagi, proses pembebasan tanah menyebabkan banyak ketidakjelasan mengenai pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia kendati sudah ada Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 mengenai pembebasan tanah untuk fasilitas-fasilitas publik (yang keduanya bertujuan untuk mempercepat proses pembebasan tanah sehubungan dengan pencabutan hak-hak tanah untuk melayani kepentingan umum, dan meletakkan batasan waktu untuk setiap fase prosedural). Untuk mengatasi situasi ini, Pemerintah Indonesia mencadangkan Rp 3 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN 2015) untuk pembebasan tanah untuk Jalan Tol Trans-Sumatra (namun total jumlah biaya pembebasan tanah diperkirakan mencapai Rp 15 triliun). Sementara itu, perusahaan konstruksi milik negara Hutama Karya, yang sebelumnya telah ditunjuk untuk membangun 4 sektor dari jalan tol ini, kini diharapkan untuk membangun semua sektor (dan karena itu Peraturan Presiden No 100/2014 perlu direvisi). Namun, Menteri Pekerjaaan Umum dan Perumahan Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa karena besarnya proyek ini, BUMN-BUMN lain dan Pemerintah Daerah diharapkan partisipasinya dalam pembangunan proyek ini. Basuki mengatakan bahwa sektor pertama yang akan siap digunakan panjangnya 2 kilometer, bagian dari jalur Medan-Binjai sepanjang 16 kilometer. Bagian ini diharapkan untuk diselesaikan tahun 2016. Meskipun begitu, seluruh jalan tol Trans-Sumatra diperkirakan untuk selesai dibangun pada 2025.

Sumatra yang kaya akan sumberdaya adalah pulau terbesar kedua di Indonesia secara ukuran geografis (setelah Kalimantan) dan juga merupakan pulau kedua dengan jumlah populasi terbesar (setelah Jawa). Pulau ini kaya akan kelapa sawit, kopi, karet, batubara, timah dan minyak & gas. Sumatra telah dirancang sebagai "pusat produksi dan pengolahan sumberdaya-sumberdaya alam dan cadangan energi" di koridor ekonomi pertama dari Masterplan Percepatan & Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Bahas