Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kuasa atas lautan dan perikanan (kaya ikan) yang luas. Dengan demikian, bangsa ini sudah memiliki kedudukan di antara produsen terbesar akuakultur di seluruh dunia. Namun, seperti halnya di sektor ekonomi lainnya, negara ini belum memanfaatkan seluruh potensi sektor perikanan dan mengoptimalkan keuntungan. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta orang, bukan saja ada potensi permintaan luar negeri yang besar tetapi juga permintaan domestik yang besar untuk produk perikanan. Peningkatan efisiensi sangatlah penting untuk mendorong kuantitas dan kualitas produk makanan laut Indonesia. Kebanyakan nelayan lokal masih menggunakan teknik serta peralatan tradisional (yang tidak efisien). Terlepas dari meningkatkan kuantitas, produk-produk dengan kualitas yang lebih tinggi di sektor ini juga diharapkan akan meningkatkan permintaan dari luar negeri akan produk perikanan Indonesia (seperti ikan, udang dan kepiting).

Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), sektor perikanan di Indonesia berkembang 8.37% pada basis year-on-year (y/y) pada kuartal ketiga tahun 2015, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi negara ini secara keseluruhan (di 4,73% y/y) pada kuartal yang sama. Ekspor produk perikanan Indonesia tercatat sebesar 244,6 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada bulan Oktober 2015, sedangkan impor hanya mencapai 12,5 juta dollar AS (menyiratkan surplus perdagangan sebesar 232,04 juta dollar AS).

Pudjiastuti mengatakan pertumbuhan sektor perikanan di Indonesia terutama didukung oleh peningkatan produksi ikan hasil tangkapan dan hasil budidaya. Menurut data dari BPS, produksi ikan hasil tangkapan naik 5,03% (y/y) menjadi 4,72 juta ton (khususnya tuna), sedangkan produksi ikan hasil budidaya naik 3,98% (y/y) menjadi 10,07 juta ton hingga kuartal ketiga tahun 2015.

Meskipun adanya ketidakpastian global dan pertumbuhan global yang lesu, Menteri Pudjiastuti optimis akan pertumbuhan sektor perikanan Indonesia tahun 2016 karena Pemerintah Pusat telah mengalokasikan Rp 13,8 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, naik 31,4 persen dari alokasi pada APBN 2015. Pudjiastuti mengatakan para nelayan di negara ini akan diprioritaskan dalam pembelanjaan dana tersebut.

Slamet Soebjakto, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, optimis produksi ikan hasil budidaya akan naik terus di tahun-tahun mendatang karena luasnya wilayah budidaya ikan di Indonesia, namun sebagian besar masih belum digunakan. Saat ini ada 11,8 juta hektar untuk budidaya ikan di air laut, 2,3 juta hektar untuk budidaya ikan di air payau, dan 2,5 juta hektar untuk budidaya ikan di air tawar.

Pertumbuhan ikan hasil tangkapan di Indonesia juga diharapkan berkembang dengan berakhirnya moratorium penerbitan izin penangkapan ikan bagi mereka yang menggunakan bekas kapal nelayan asing. Moratorium ini, yang berakhir pada bulan Oktober 2015, diberlakukan sejak bulan November tahun lalu setelah adanya dugaan bahwa nelayan menggunakan bekas kapal nelayan asing untuk kegiatan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia menetapkan target pertumbuhan produksi ikan hasil tangkapan sebesar 2,4% menjadi 6,45 juta ton pada tahun 2016, sedangkan pertumbuhan produksi ikan hasil budidaya ditargetkan sebesar 8,72% menjadi 19,5 juta ton. Thomas Darmawan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), mengatakan target produksi Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun depan masuk akal karena cuaca yang lebih hangat (yang disebabkan oleh El Nino) mendorong pertumbuhan populasi ikan. Darmawan menyatakan bahwa ada jumlah ikan yang cukup di perairan Indonesia. Namun, lemahnya kualitas kapal dan peralatan merupakan alasan mengapa produksi masih relatif rendah.

Darmawan juga mengharapkan adanya permintaan yang lebih tinggi akan ikan Indonesia dari luar negeri karena Pemerintah Indonesia telah memerangi penangkapan ikan illegal di perairannya. Selama tahun lalu, ada beberapa kasus kapal asing (yang digunakan oleh nelayan Malaysia, Thailand atau Vietnam) disita dan dihancurkan setelah tertangkap melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Karena penangkapan ikan illegal sudah dibatasi, negara-negara tetangga akan mendapatkan lebih sedikit ikan illegal, oleh karena itu seharusnya permintaan akan ekspor ikan Indonesia meningkat.

Importir terbesar produk perikanan Indonesia adalah AS. Negara ini menyumbang 41% dari total ekspor perikanan Indonesia tahun lalu, diikuti oleh Jepang (16%). Eropa (12%) dan negara-negara ASEAN (11%).

Udang tetap merupakan komoditas ekspor utama di antara produk perikanan Indonesia, diikuti oleh tuna dan biru perenang kepiting. Pada tahun 2016 ekspor udang dan produk perikanan lainnya diperkirakan naik karena akan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA ini bertujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi regional antara negara-negara anggota ASEAN dengan mentransformasi kawasan tersebut menjadi satu, pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal yang lebih bebas. Selain itu, AS telah membatalkan bea masuk untuk 34 produk perikanan dari Indonesia pada pertengahan tahun 2015 (di bawah generalized system of preference).

Bahas