Sementara itu, cadangan CPO di Malaysia, produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia (setelah Indonesia), menyentuh level terendah sejak Juli 2014. Median, yang mencakup perkiraan dari tujuh pembudidaya kelapa sawit, sejumlah analis dan pedagang, memperkirakan bahwa cadangan CPO akan jatuh dari 1,74 juta ton menjadi 1,73 juta ton di bulan Maret. Statistik resmi CPO Malaysia akan diterbitkan oleh Malaysian Palm Oil Board pada 10 April.

Dorab Mistry, direktur dari Godrej International, mengatakan bahwa "produksi [minyak sawit di Malaysia] akan mencapai level-level lambat di tahun 2014 sampai Juni karena siklus biologis yang rendah terjadi bersamaan dengan kejatuhan musiman." Di semenanjung Malaysia, perkebunan-perkebunan kelapa sawit masih memulihkan diri dari banjir yang merusak perkebunan-perkebunan ini di bulan Desember 2014. Oleh karena itu, produksi CPO Malaysia masih memulihkan diri dengan lambat menjelang pertengahan 2015. Sebagai efek samping yang positif, cadangan yang turun akan mendukung harga minyak sawit dunia. Kontrak berjangka minyak sawit di Kuala Lumpur telah menurun 18% di setahun terakhir.

Karena perekonomian dunia yang bergerak lambat, permintaan untuk minyak sawit menurun drastis di tahun-tahun terakhir (terutama karena penurunan permintaan dari Republik Rakyat Tionghoa, pembeli CPO terbesar di dunia setelah India). Terlebih lagi, minyak sawit kehilangan daya tariknya karena penurunan dramatis dari harga minyak mentah (mengurangi permintaan untuk biofuel yang dibuat dari minyak sawit) dan juga karena panen kacang kedelai yang mencatat rekor. Kendati begitu, pengiriman CPO ke Republik Rakyat Tionghoa (RRT) melonjak 221% di bulan Maret, diduga karena negara ini melakukan pengisian ulang persediaannya setelah perayaan Tahun Baru Imlek di bulan Februari.

Update Industri Minyak Sawit Indonesia

Sementara itu, dua minggu yang lalu di Indonesia (negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia), diputuskan untuk menerapkan pungutan ekspor sebesar 50 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton untuk pengiriman CPO, dan pungutan ekspor 30 dollar AS per metrik ton untuk produk minyak sawit olahan. Pungutan baru ini, yang akan mulai berlaku pada bulan April 2015, akan digunakan untuk membiayai subsidi biodiesel (mengkompensasi perbedaan harga antara diesel reguler dengan biodiesel), penanaman kembali, dan juga pengembangan penelitian dan sumber daya manusia di industri minyak sawit.

Baca Kolom: Palm Oil Update Indonesia: Subsidies for Biofuel to Lift CPO Prices

Kebijakan baru ini merupakan tambahan peraturan yang telah berlaku. Peraturan yang telah berlaku menetapkan bahwa pajak ekspor CPO dikurangi menjadi 0% ketika harga CPO referensi Pemerintah jatuh di bawah batasan 750 dollar AS per ton (selama periode 4 minggu). Harga referensi ini ditetapkan setiap bulannya dan berdasarkan pada harga rata-rata CPO di Jakarta, Rotterdam dan Kuala Lumpur. Mulai dari Oktober 2014, pemerintah Indonesia telah menghapus pajak ekspor CPO karena harga referensinya telah berada di bawah batasan 750 dollar AS per ton. Ini berarti Pemerintah kehilangan pendapatan dari sektor minyak sawit.

Kendati begitu, ketika harga referensi CPO melewati batasan ini - mengimplikasikan bahwa tarif pajak ekspor CPO meningkat dari 0% - maka pungutan baru ini akan diambil dari pajak ekspor yang dibayar oleh para eksportir minyak sawit. Maka para eksportir tidak akan menghadapi biaya tambahan ketika pajak ekspor kembali ditetapkan. Jika harga referensi berada di atas batasan 750 dollar AS per ton, pajak ekspor CPO akan meningkat antara 7,5% sampai 22,5% tergantung pada harga CPO.

Kontrak berjangka minyak sawit di Kuala Lumpur meningkat 0,9% menjadi 2.211 ringgit (610 dollar AS) per ton, level tertinggi sejak sejak 20 Maret, pada Senin pagi (06/04).

Produksi dan Ekspor Minyak Sawit Indonesia:

    2008   2009   2010   2011   2012   2013   2014   2015¹
Produksi
(million metric tons)
  19.2   19.4   21.8   23.5   26.5    27.0    31.0    31.5
Ekspor
(million metric tons)
  15.1   17.1   17.1   17.6   18.2    21.2    20.0    19.5
Ekspor
(dalam dollar AS)
  15.6   10.0   16.4   20.2   21.6    19.0      

¹ menunjukkan prognosis
Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations, Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) and Indonesian Ministry of Agriculture

Bahas