Perkiraan menurunnya ekspor minyak sawit dari Indonesia - negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara - pada bulan Februari mengimplikasikan bahwa pelemahan ekspor CPO akan berlanjut. Pada Januari 2015, ekspor minyak sawit jatuh sekitar 8% (m/m) karena faktor-faktor yang sama: permintaan yang lemah dari hampir semua pasar-pasar tujuan ekspor CPO dan persediaan dunia yang besar untuk minyak nabati. Sebelumnya telah dilaporkan bahwa pengiriman minyak sawit dari Malaysia di bulan Januari, produsen CPO terbesar kedua di dunia, menurun ke level terendah sejak tahun 2007. Pengiriman minyak sawit dari Malaysia kemudian menurun 18% (m/m) menjadi 971.640 ton di bulan Februari dengan jumlah ekspor ke RRT jatuh tajam sebanyak 70% menurut data dari Malaysian Palm Oil Board. Namun, meskipun ada performa yang lemah, Pemerintah Malaysia menaikkan pajak ekspor minyak sawit dari nol menjadi 4,5% untuk bulan April, secara efektif menghentikan kebijakan bebas pajak yang telah diterapkannya sejak September 2014 karena lemahnya harga CPO dunia. Pemerintah Malaysia memperhitungkan bahwa harga acuan CPO adalah 2.288 ringgit atau kira-kira 620 dollar Amerika Serikat per ton untuk bulan April.

RRT, yang berjuang untuk melawan perlambatan pertumbuhan ekonomi, mengimpor jumlah terendah dari minyak nabati di bulan Februari selama 12 tahun terakhir. Sementara itu, impor minyak sawit ke India melambat ke level terendah selama setahun karena persediaan minyak nabati yang tinggi.

Sementara itu, cadangan minyak nabati dunia telah bertumbuh karena kondisi cuaca yang baik. Cadangan CPO di Indonesia - negara produsen terbesar dari komoditi ini - meningkat ke level tertinggi sejak Agustus 2014. Menurut sebuah survei, produksi minyak sawit di Indonesia meningkat 12% (m/m) menjadi 2,2 juta ton di bulan Februari sementara jumlah cadangan meningkat 8,7% menjadi 2,5 juta ton. Sementara itu, produksi kedelai dunia juga telah meningkat dan menyebabkan tekanan pada harga CPO. Setelah terjadi panen kedelai di Amerika Serikat (AS) yang mencatat rekor tinggi, Pemerintah AS memperkirakan bahwa cadangan kedelai dunia akan meningkat 35% di 2015. Minyak kedelai dan minyak sawit mendominasi pasar dunia dan mencakup sekitar 60% dari total produksi dunia untuk minyak nabati. Karena kedua komoditi ini bisa saling menggantikan, para pembuat makanan sering menggunakan keduanya secara bergantian karena fluktuasi harga. Akibatnya, penurunan harga minyak kedelai menurunkan permintaan untuk minyak sawit. Sebagai hasilnya, CPO futures menurun sekitar 20% dalam 12 bulan terakhir.

Apalagi, karena ada penurunan harga minyak mentah dunia maka permintaan untuk biofuel (yang diolah dari minyak sawit) telah menurun dan semakin mengurangi permintaan untuk minyak sawit.


Produksi dan Ekspor Indonesia:

 

    2008   2009   2010   2011   2012   2013   2014   2015¹
Produksi
(juta ton metrik)
  19.2   19.4   21.8   23.5   26.5    27.0    31.5    32.5
Ekspor
(juta ton metrik)
  15.1   17.1   17.1   17.6   18.2    21.2    21.8    22.3
Ekspor
(USD miliar)
  15.6   10.0   16.4   20.2   21.6    19.0      

¹ menunjukkan prognosis
Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations, Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) and Indonesian Ministry of Agriculture

Bahas