Dengan perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan yang melambat di kuartal 1 tahun 2015, pemerintah Indonesia menyadari bahwa pemerintah perlu belanja 'sangat besar' (contohnya dalam pembangunan infrastruktur) dalam rangka membalikkan perlambatan perekonomian (terutama mengingat tingkat suku bunga yang relatif tinggi yang telah ditetapkan oleh bank sentral Indonesia kemungkinan tidak akan dikurangi dalam jangka waktu pendek).

Minggu lalu, Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/2015, yang dibuat berdasarkan instruksi Presiden, berlaku efektif dan mengurangi persyaratan keringanan pajak (termasuk diskon untuk pajak pendapatan perusahaan untuk sebuah periode spesifik) untuk investasi lokal dan asing. Sebelumnya, para investor diberikan keringanan pajak bila mereka berinvestasi minimal Rp 1 triliun. Meskipun kebijakan sejenis ini mengimplikasikan bahwa pemerintah akan kehilangan potensi pendapatan pajak, hal ini juga akan meningkatkan aktivitas perekonomian di negara ini.

Berbeda dengan situasi sebelumnya, PP baru ini tidak menempatkan batasan minimal yang jelas untuk ukuran investasi dalam rangka bisa mendapatkan keringanan pajak. Kebijakan ini juga juga tidak menetapkan batas minimum yang jelas seperti jumlah pekerjaan yang diciptakan oleh investasi ini (untuk mengurangi tingkat pengangguran Indonesia), persyaratan ekspor (untuk mengurangi defisit perdagangan Indonesia dan defisit transaksi berjalan), PP ini juga tidak menetapkan persyaratan yang jelas mengenai porsi kandungan lokal dari produk-produk perusahaan. Justru, PP baru ini menyatakan bahwa keringanan pajak bisa berlaku bagi perusahaan lokal dan asing yang melaksanakan investasi uang yang benilai tinggi, berencana mengekspor (sebagian) hasil manufakturnya, mempekerjakan sejumlah besar pekerja Indonesia, atau menggunakan sejumlah besar kandungan lokal. Maka pemerintah Indonesia akan mengevaluasi dan memutuskan keringan pajak untuk tiap kasus.

Pada tahun 2015, pemerintah menargetkan untuk menarik Rp 519,5 triliun untuk investasi langsung luar dan dalam negeri, naik 14% dari realisasi investasi tahun lalu. Pada 2019, pemerintah menargetkan investasi langsung untuk mencapai Rp 3,500 triliun.

Meskipun Presiden Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi 7% pada akhir masa lima tahun pemerintahannya, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencapai level terendah selama lima tahun yaitu 4,71% (y/y) di kuartal pertama tahun 2015. Dalam APBN 2015, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan PDB sebesar 5,7% di tahun penuh 2015. Kendati begitu, kebanyakan analis setuju bahwa angka ini terlalu ambisius. Pertumbuhan PDB di 2015 lebih mungkin untuk berada di kisaran 5,0% sampai 5,2%.

Terlebih lagi, Indonesia merencanakan untuk memperkenalkan sebuah amnesti pajak di Mei 2015 dalam usaha untuk mendongrak pendapatan pajak dalam rangka meningkatkan belanja pemerintah. Amnesti ini diprediksi akan berlaku sampai akhir 2015 dan akan mengizinkan warganegara Indonesia membayar kewajiban pajak mereka (yang belum dibayar) selama lima tahun terakhir tanpa harus membayar penalti.

Dilaporkan, bahwa rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanyalah 10,8% di 2014, salah satu yang terendah di Asia. Presiden Widodo ingin menaikkan angka ini menjadi 12,7% di 2015. Kendati begitiu, para analis mengasumsikan bahwa hal ini tidak realistis. Di Indonesia hanya 27 juta penduduk - dari total populasi dewasa yang berjumlah lebih dari 185 juta orang - yang terdaftar sebagai pembayar pajak, mengimplikasikan bahwa ada penghindaran pajak yang merajalela di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Menurut Informasi dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 44 juta orang Indonesia seharusnya membayar pajak. Untuk pemerintah penghindaran pajak adalah masalah besar karena kira-kira 65% dari APBN dibiayai oleh penghasilan dari pajak perusahaan dan pajak pertambahan nilai.

Pada tahun 2015, pemerintah menargetkan kenaikan 30% di pengumpulan pajak. Kendati begitu, mengingat rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia, dimungkinkan oleh lemahnya manajemen finansial, lemahnya monitoring oleh pemerintah dan juga rendahnya jumlah para petugas pajak, ini adalah target yang tidak realistis. Terutama karena perlambatan ekonomi telah berlanjut dan karenanya pendapatan perusahaan-perusahaan lebih rendah. Terlebih lagi, di periode Januari-April 2015, pemerintah mengumpulkan Rp 310,1 triliun dari pajak, setara dengan 24% dari target setahun penuh 2015. Hasil ini sedikit lebih rendah dari pengumpulan pajak di periode yang sama di tahun lalu.

Bahas