Salah satu alasan di balik bermunculannya penawaran ini terletak pada tingginya animo investor terhadap aset kripto. Total nilai transaksi mata uang kripto di Indonesia dapat dikatakan sudah dapat menyaingi aset-aset tradisional lainnya, dan menunjukkan tren naik. Sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pada Januari-Februari tahun 2024, total nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto naik lebih dari dua kali lipat di angka Rp55,26 triliun dibandingkan di bulan yang sama pada tahun 2023.

Mengingat pertumbuhan signifikan industri mata uang kripto di Indonesia, berikut kami kupas lebih lanjut topik ini dari perspektif regulasi-regulasi terkait dan stakeholders yang terlibat dalam lingkup investasi mata uang kripto untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai pasar aset kripto di Indonesia.

Status Legalitas Mata Uang Kripto di Indonesia

Mata uang kripto di Indonesia statusnya legal untuk diperjualbelikan sebagai aset investasi, namun dilarang secara hukum untuk digunakan sebagai alat transaksi atau pengganti mata uang rupiah Indonesia. Keputusan ini dilandasi dari Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Adapun ketentuan-ketentuan spesifik mengenai bagaimana pasar aset kripto diselenggarakan diatur oleh Bappebti sebagaimana dinyatakan oleh Permendagri No. 99 Tahun 2018. Merujuk pada keputusan ini, Bappebti mengeluarkan regulasi utama yang mengatur beberapa aspek dari pasar kripto di Indonesia, yakni Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Bappebti juga sempat merevisi peraturan tersebut sebanyak dua kali di tahun 2019 dan 2020.

Pihak-pihak yang Diperbolehkan Untuk Terlibat dalam Investasi Kripto di Indonesia

Secara umum, Bappebti mengklasifikasi empat pihak yang berada di bawah naungannya dan secara sah terlibat dalam proses penyelenggaran pasar aset kripto di Indonesia, yakni:

  1. Self-Regulatory Organizations (SRO)
    1. Bursa Berjangka
    2. Lembaga Kliring Berjangka
    3. Depository
  2. Pedagang Fisik Aset Kripto
  3. Pelanggan Aset Kripto
  4. Komite Aset Kripto

Merujuk pada ketentuan yang sudah diatur oleh Peraturan Bappebti, investor atau Pelanggan Aset Kripto yang diperbolehkan untuk melakukan aktivitas jual beli aset kripto hanyalah individu. Selain itu, aset kripto di Indonesia hanya bisa diperjualbelikan melalui perusahaan-perusahaan yang sudah mendaftarkan diri sebagai Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK). Daftar ini terus diperbaharui setiap tahunnya, dan versi terbaru bisa dicek via situs cek legalitas yang dikelola secara langsung oleh Bappebti.

Namun, pemberlakukan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan membawa beberapa perubahan terkait penyelenggaraan pasar aset kripto di Indonesia. Salah satu dari perubahan tersebut adalah perubahan jenis investor aset kripto, yang tidak lagi terbatas pada level individual, melainkan juga terbuka untuk level institusi, termasuk institusi keuangan baik non-bank maupun bank. Meskipun begitu, kriteria yang harus dipenuhi oleh investor tingkat institusi untuk dapat memegang aset kripto lebih kompleks dibandingkan dengan investor individual, karena terkait pengelolaan resiko masing-masing institusi.

Lembaga-lembaga Negara Indonesia Terkait Mata Uang Kripto

Lembaga negara Indonesia yang dikenal berhubungan langsung dengan mata uang kripto selama beberapa tahun terakhir adalah Bappebti. Sejak tahun 2018, Bappebti memiliki tugas utama yakni sebagai pengawas, pembina, pengembang, dan pengawas tunggal terhadap pelaku dan penyelenggaraan pasar aset kripto di Indonesia.

Namun, per tahun 2025, wewenang Bappebti terhadap aset kripto akan sepenuhnya berpindah tangan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagaimana diatur oleh UU P2SK. Di saat yang sama, Bank Indonesia (BI) juga akan turut ikut serta dalam mengatur penyelenggaraan pasar aset kripto yang nantinya berada di bawah naungan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Perusahaan maupun individu yang berpartisipasi dalam pasar aset kripto nantinya harus mengikuti regulasi yang ditetapkan oleh OJK ataupun BI berdasarkan wewenang masing-masing tiap lembaga.

Sistem Perpajakan Terkait Mata Uang Kripto

Pajak yang berlaku untuk mata uang kripto tidak terlalu kompleks dibandingkan dengan aset lain, dan hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Adapun regulasi yang mengatur sistem ini adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022.

PPh dikenakan kepada dua pihak, yakni: penjual aset kripto dan penambang aset kripto (crypto miner). Jika penjual aset kripto melakukan aktivitas jual-beli di platform kripto yang terdaftar sebagai Calon Pedagang Aset Kripto Bappebti, PPh yang dikenakan kepada investor hanya sebesar 0,1%.

Tarif 0,1% juga berlaku untuk penambang aset kripto, dan dikenakan pada penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto. Di sisi lain, jika penjual aset kripto melakukan aktivitas jual-beli dilakukan di platform yang tidak ada di daftar Bappebti, PPh yang dikenakan adalah sebesar 0,2%.

Besaran PPN juga dibedakan oleh platform kripto yang digunakan oleh investor untuk membeli maupun menjual asetnya. Untuk platform kripto yang terdaftar sebagai Calon Pedagang Aset Kripto, PPN yang dikenakan kepada investor hanya sebesar 0,11%. Namun, untuk platform yang tidak ada di daftar tersebut, PPN yang dikenakan adalah sebesar 0,22%. PPN juga diberlakukan untuk jasa mining, yakni sebesar 1,1% dari nilai konversi aset kripto.

Bahas