Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini US Interest Rates

  • Financial Market Analysis Indonesia: Why is the Rupiah Weakening Today?

    The Indonesian rupiah was under pressure on Tuesday (24/05). Based on the Bloomberg Dollar Index, the rupiah depreciated 0.47 percent to IDR 13,638 per US dollar, the weakest level since early February 2016. However, the Indonesian rupiah is not the only emerging market currency in Asia that was under pressure today. Meanwhile, Asia's emerging market stocks also declined. Negative market sentiments are caused by growing speculation about a sooner-than-expected interest rate hike in the USA as well as sliding oil prices.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Rupiah & Stocks Fall on Hawkish Fed Minutes

    Both the Indonesian rupiah and Jakarta Composite Index (IHSG) are under pressure on Thursday (19/05) as renewed speculation about a sooner-than-expected interest rate hike in the USA puts severe pressure on emerging market assets, while the US dollar is appreciating sharply. Based on the minutes of the 26-27 April Federal Reserve meeting, more and more analysts believe that another Fed Fund Rate hike could come as early as June 2016.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah & Stock Market Update Indonesia: Gaining on Dovish Yellen

    Most emerging market stocks and currencies strengthened today as markets responded positively to Federal Reserve Chairwoman Janet Yellen's dovish statements overnight. Based on her words, the Federal Reserve is not expected to undertake another US interest rate hike soon as the US economy remains fragile amid sluggish global economic growth. As a result Indonesia's benchmark Jakarta Composite Index climbed 0.74 percent, while the Indonesian rupiah appreciated 1.04 percent to IDR 13,256 per US dollar (Bloomberg Dollar Index).

    Lanjut baca ›

  • Indonesia Stock Market & Rupiah Update: Speculation of April US Rate Hike

    In line with the performance of most emerging stock markets and currencies, Indonesian stocks and the rupiah were under pressure on Monday (28/03). The Jakarta Composite Index fell 1.11 percent, while the Indonesian rupiah depreciated 0.73 percent to IDR 13,343 per US dollar (Bloomberg Dollar Index). This performance is caused by rising speculation that the US Federal Reserve could hike its key Fed Fund Rate as early as April. Several Fed officials have made hawkish comments, while the upward revised 1.4 percent GDP growth of the US economy in Q4-2015 may show that the US is strong enough to cope with another rate hike.

    Lanjut baca ›

  • Asian Stocks Mixed amid Oil Slide, Indonesian Stocks & Rupiah Down

    Asian stocks were mixed after opening on the first trading day of the new week. Energy stocks are mostly down due to another retreat in global oil prices. Oil prices continued Friday's slide due to ongoing concern over excessive supply after last week's US rig count grew for the first time since December 2015. This implies pressure on "commodity-driven" assets, which includes Indonesian stocks and the rupiah. The Indonesian rupiah had depreciated 0.27 percent to IDR 13,152 per US dollar (Bloomberg Dollar Index), while the benchmark Jakarta Composite Index was down 0.07 percent by 09:15 am local Jakarta time.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Should Keep BI Rate at 7.50% due to Fragile Rupiah

    On Wednesday (13/01) Indonesia's central bank is set to start its monthly policy meeting. A novelty this year is that the monthly policy meetings of Bank Indonesia will take two days instead of one. Another interesting novelty is that Bank Indonesia invited Indonesia's Chief Economics Minister Darmin Nasution to attend the central bank's first policy meeting of 2016. Analyst opinions about whether Bank Indonesia has room to cut its relatively tight monetary policy are mixed.

    Lanjut baca ›

  • Indeks Harga Konsumen Indonesia: Inflasi 0,96% pada Desember; 3,35% pada tahun 2015

    Angka inflasi Indonesia pada bulan Desember 2015 lebih tinggi dari yang diharapkan pada 0,96% pada basis month-to-month (m/m). Tingkat inflasi bulanan yang tinggi dikarenakan kenaikan harga makanan dan transportasi selama perayaan Natal dan Tahun Baru. Namun demikian, tingkat inflasi tahunan Indonesia jatuh ke level terendah sejak 2010 karena hilangnya dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada bulan November 2014 dari angka inflasi tahunan, maka realisasi inflasi jatuh jauh di bawah target pemerintah (5%) dan kisaran target bank sentral (3-5%) pada tahun 2015.

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Prognosis Indeks Harga Saham Gabungan Bulan Januari

    Tahun lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 12,13% sehingga berakhir pada 4,593.01 poin pada 30 Desember 2015 di tengah ketidakpastian global yang parah akibat ancaman pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi yang besar dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Hari ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memasuki hari perdagangan pertamanya di tahun baru. Apa yang kita harapkan dari kinerja saham Indonesia di Januari 2016?

    Lanjut baca ›

  • Ekonomi Indonesia Tahun 2015: Kegagalan Mencapai Kebanyakan Target

    Kementerian Keuangan Indonesia mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu (3/1) yang menyatakan bahwa Indonesia gagal memenuhi sebagian besar target ekonomi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Alasan utama dari lemahnya kinerja adalah harga komoditi yang rendah, pertumbuhan ekonomi global yang lesu, perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan arus keluar modal yang dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve Amerika Serikat (AS). Hanya realisasi inflasi dan hasil treasury yield yang sejalan dengan target pemerintah.

    Lanjut baca ›

  • Pasar Saham Indonesia: Apa Saham Unggulan pada tahun 2016?

    Meskipun tantangan tetap ada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan naik pada tahun 2016, melebihi level 5.000 poin. Tahun lalu IHSG turun 12,13% menjadi ditutup pada 4.593,01 poin. Khususnya untuk sektor infrastruktur, perbankan, konsumsi, semen, properti dan konstruksi di Indonesia diprediksi akan memiliki kinerja yang baik tahun ini karena percepatan pertumbuhan ekonomi domestik yang didukung oleh pengeluaran pemerintah dan paket stimulus ekonomi baru-baru ini.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru US Interest Rates

  • Weaker Yuan Likely to Weigh on Indonesian Businesses

    For most of this year, the financial media has held a generally positive tone. There have been some exceptions in cases like the Eurozone which is still mired in a deeply divided sovereign debt crisis. But for most of the world, 2015 has been a positive period in terms of general growth in their broad trends. So it might be easy for macro investors to assume that most markets are currently establishing themselves in the bullish direction.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Rupiah Headed for more Declines against US Dollar

    For most of this year, the Indonesian rupiah has met selling pressure against the US Dollar. Year-to-date price activity in the USD/IDR shows a rise from below IDR 12,250 to new highs above IDR 13,330 per US dollar. For Indonesian export companies, this is great news as it means that their products will be cheaper for foreign consumers to buy. For the domestic economy, this creates a different set of implications as it also makes it less likely that foreign investors will be looking to buy into Indonesian assets.

    Lanjut baca ›

  • Update Keuangan Indonesia: Rupiah Jatuh akibat Perubahan Ekspektasi Global

    Kalau kita memperhatikan aktivitas jangka panjang rupiah, kita telah melihat kekuatan yang mengejutkan dalam aktivitas beberapa bulan terakhir. Hal ini mengejutkan karena beberapa alasan yang berbeda dan tidak serupa dengan keadaan pasar negara berkembang lain di Asia. Secara esensial ini menyarankan bahwa aktivitas perekonomian di wilayah ini telah agak kurang berhubungan dan bahwa trend yang tampak di satu negara tidak bisa diprediksi sama di negara lain. Namun ketika kita melihat grafik aktivitas di rupiah sendiri, kita bisa melihat trend secara umum telah mulai berubah di dua bulan terakhir.

    Lanjut baca ›

  • Stocks & Rupiah Indonesia Update: Weak Performance Past Week

    Most stock markets and currencies in Southeast Asia weakened on Friday (29/05), including Indonesia’s benchmark Jakarta Composite Index and the rupiah. The Jakarta Composite Index fell 0.40 percent to 5,216.38 points, while the rupiah depreciated 0.01 percent to IDR 13,224 per US dollar according to the Bloomberg Dollar Index. Over the past week, Indonesian stocks and the rupiah weakened primarily due to the Greek debt crisis, looming higher US interest rates and the lack of positive domestic factors.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah & Saham Melemah Menjelang Pertemuan Kebijakan Bank Indonesia

    Para investor jelas sedang menunggu hasil-hasil dari Pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang diadakan pada hari ini (19/05). Dalam pertemuan kebijakan ini, bank sentral Indonesia akan memutuskan pendekatan moneternya. Bagi banyak pelaku pasar, merupakan hal yang penting dan krusial untuk mempelajari apakah Bank Indonesia akan menyesuaikan kebijakan suku bunganya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia (yang telah mencapai kecepatan terlambat dalam lima tahun terakhir di kuartal 1 tahun 2015).

    Lanjut baca ›

  • Bagaimana Trend Dollar Memberikan Dampak pada Rupiah Indonesia?

    Selama setahun terakhir, rupiah telah menguat terhadap berbagai jenis mata uang asing. Namun penguatan ini tidak berlaku terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pada periode waktu yang sama, rupiah menguat terhadap mata uang asing lainnya dan sebaliknya rupiah melemah terhadap dollar AS. Untuk banyak investor yang berfokus pada pasar mata uang, mungkin tampaknya seakan dua mata uang ini hanya sedikit berhubungan. Namun, kalau kita melihat trend yang berkembang selama setahun terakhir, menjadi jelas bahwa keadaannya tidak seperti itu.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Press Release: BI Rate Maintained at 7.50%

    Indonesia’s central bank (Bank Indonesia) decided to maintain its benchmark interest rate (BI rate) at 7.50 percent, the deposit facility rate at 5.50 percent and lending facility rate at 8.00 percent. This interest rate environment is considered to be in line with the central bank’s ongoing efforts to push the country’s inflation figure within its target of 4±1 percent for 2015 and 2016, as well as to control the country’s current account deficit towards a healthier level at 2.5-3 percent of gross domestic product (GDP) in the medium term.

    Lanjut baca ›

  • Update Berita Indonesia: Inflasi Tetap Terkendali di 2015

    Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat inflasi bulanan sebesar 0,17% pada bulan Maret 2015. Ini adalah bulan pertama tahun ini Indonesia mencatat inflasi bulanan. Pada bulan Januari dan Februari, Indonesia mengalami deflasi masing-masing 0,24% dan 0,36% pada basis month-to-month (m/m). Inflasi Maret terutama disebabkan karena penyesuaian harga yang diatur: harga yang lebih tinggi dari bensin (oktan rendah), diesel, dan tabung gas elpiji 12 kg. Penyesuaian-penyesuaian ini dibutuhkan karena kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah.

    Lanjut baca ›

  • Update Rupiah: Dapatkah Kebijakan Amerika Serikat Membebani Rupiah?

    Kalau kita melihat aktivitas pasar rupiah, sangat jelas bahwa beberapa trend telah mulai terjadi. Terhadap dollar Amerika Serikat (AS), rupiah menunjukkan pelemahan selama ini. Banyak investor mulai melihat bahwa pelemahan rupiah sudah overdone dan kita mulai melihat para analis yang menyuarakan bahwa rupiah akan menguat dalam beberapa bulan ke depan. Namun ada juga argumen melawan prospek ini dan penting bagi siapa pun yang berinvestasi di aset-aset Indonesia untuk memahami beberapa faktor ini, untuk bisa mengambil posisi yang tepat.

    Lanjut baca ›

  • Pressures on Indonesia’s Rupiah to Continue in the First Half of 2015

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) stated that, besides global volatility caused by uncertainty about the timing of higher US interest rates, the rupiah has been - and remains - under pressure due to Indonesia’s increasing private sector debt and the wide current account deficit. Moreover, as subsidiaries of multinational companies in Indonesia tend to send back dividends to the foreign parent companies in the second quarter (implying rising US dollar demand), the rupiah is plagued by additional pressures up to June.

    Lanjut baca ›

No business profiles with this tag