Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tidak dapat dipungkiri, Islam memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik nasional. Tetapi meskipun demikian, Indonesia bukanlah negara Islam.

Desenstralisasi politik di era pasca-Suharto telah memberikan kekuatan lebih besar pada pemerintahan daerah dan efek dari perkembangan ini tersirat dalam pengambilan keputusan politik daerah yang semakin terpengaruh oleh ajaran agama tertentu. Contoh kebijakan-kebijakan politik di daerah Muslim dengan pengaruh ajaran yang ketat adalah pelarangan usaha dengan bahan dasar babi atau mewajibkan perempuan menggunakan hijab atau kerudung. Kebijakan-kebijakan semacam ini akan terkesan aneh jika diimplementasikan di wilayah timur Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Kristen atau Katolik, atau di pulau Bali di mana mayoritasnya Hindu.

Dengan mayoritas penduduk Muslim dan dominasi pulau Jawa (yang mayoritasnya Muslim) dalam politik nasional, secara keseluruhan Indonesia memang lebih berorientasi pada Islam. Presiden yang menganut agama lain dari Islam, tampaknya tidak bisa diterima. Walaupun begitu, Islam di Indonesia dapat dikatakan cukup moderat karena sebagian besar Muslim Indonesia adalah Muslim abangan. Contohnya, mayoritas kaum Muslim menolak penerapan hukum Sharia. Contoh yang lain yaitu ketika Megawati Sukarnoputri terpilih menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia pada tahun 2001, hanya sedikit kelompok minoritas yang menolak kepemimpinannya karena mempercayai satu doktrin Islam yang tidak memperbolehkan perempuan untuk memimpin.

Sistem politik Indonesia terdiri dari tiga lembaga:

Eksekutif
Legislatif
Yudikatif

Lembaga Eksekutif di Indonesia

Yang mencakup lembaga eksekutif adalah presiden, wakil presiden dan kabinetnya. Baik presiden maupun wakil presiden, sama-sama dipilih oleh elektorat Indonesia dalam pemilihan presiden. Presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (maka totalnya 10 tahun). Selama masa kampanye presiden dan wakil presiden adalah sebuah pasangan yang tak terpisahkan. Dengan demikian komposisi calon presiden dan calon wakil presiden butuh strategi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi strateginya adalah latar belakang etnis (dan agama) dan posisi sosial (sebelumnya) dalam masyarakat.

Dalam hal etnisitas dan agama, seorang Muslim dari Jawa akan lebih mendapat sokongan popularitas karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dari Jawa. Untuk posisi politik yang tingkatnya lebih rendah (tergantung dari konteks agama daerah tertentu), pimpinan-pimpinan politik yang bukan Islam masih mungkin adanya.

Dengan menilik posisi sosial (sebelumnya) di masyarakat ada beberapa kategori yang dapat membangkitkan dukungan di pelbagai kalangan masyarakat. Kategori-kategori itu adalah (pensiunan) pejabat tentara, pengusaha, teknokrat dan pimpinan intelektual Muslim. Oleh karena itu untuk mempertinggi kesempatan menang dalam pemilu, presiden dan wakil presiden biasanya berasal dari dua kategori sosial yang berbeda supaya bisa menggapai khalayak pemilih yang lebih luas lagi. Contohnya, presiden Indonesia sebelumnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (seorang pensiunan tentara dari Jawa) memilih Boediono (seorang teknokrat Muslim jawa) sebagai wakil presiden di masa kampanye tahun 2009. Kecepercayaan rakyat kepada pasangan ini meningkat karena Boediono adalah seorang pakar ekonomi. Meski Indonesia mengalami kepemimpinan otoritas di masa Suharto, saat ini pun seorang jendral masih dapat kepopuleran dari rakyat karena mereka dianggap sebagai pemimpin yang kuat.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (seorang Muslim Jawa dan mantan pengusaha) memilih Jusuf Kalla sebagai wakil presiden (seorang pengusaha, politisi dan Muslim dari Sulawesi) di pemilu 2014. Kalla mempunyai sejarah panjang dalam politik Indonesia (terutama di partai Golkar, kendaraan politik lama Suharto) dan menikmati popularitas yang luas di Indonesia (terutama di luar pulau Jawa). Widodo sebenarnya pendatang baru di dunia politik nasional pada awal 2014 maka pengalaman panjang dalam politik yang dimiliki Kalla memberi pasangan ini kredibilitas yang lebih besar.

Di pemilu 2019, yang juga dimenang Widodo, beliau memilih seorang ulama Muslim yang konservatif, Ma'ruf Amin, sebagai calon wapres. Amin dihormati banyak kalangan kaum Muslim. Pilihannya tepat karena menjelang pemilu 2019 ada banyak ketegangan agama di Indonesia.

Setelah pemilu, presiden baru yang terpilih akan memilih anggota kabinetnya yang biasanya terdiri dari anggota-anggota partainya, partai koalisi dan teknokrat non-partai. Klik di sini untuk melihat susunan kabinet Indonesia saat ini.

Lembaga Legislatif di Indonesia

Yang mencakup lembaga legislatif adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR berwenang menyusun atau mengubah Undang-Undang Dasar dan melantik (atau memberhentikan) presiden. MPR adalah sebuah lembaga legislatif bikameral yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

DPR, yang terdiri dari 560 anggota, bertugas membentuk dan menyetujui undang-undang, menghitung anggaran tahunan bersama presiden dan mengawasi pelaksanaan undang-undang dan isu-isu politik. Anggota DPR dipilih untuk masa kerja lima tahun dengan proporsi perwakilan yang adil berdasarkan hasil pemilu. Sayangnya, DPR mengantongi reputasi buruk karena isu-isu skandal korupsi yang acap kali dilakukan oleh para anggotanya.

DPD menangani keputusan, undang-undang dan isu-isu yang memang berhubungan dengan daerah yang dimaksud, dengan demikian keberadaanya mampu meningkatkan perwakilan daerah di tingkat nasional. Tiap provinsi di Indonesia memilih empat calon anggota DPD (yang akan bekerja di pemerintahanan selama lima tahun) dari non-partai. Karena Indonesia memiliki 32 provinsi, maka jumlah anggota DPD adalah 132 orang.

Lembaga Yudikatif di Indonesia

Yang dimaksud lembaga yudikatif adalah Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MA) adalah mahkamah tertinggi dalam sistem peradilan Indonesia. MA adalah pengadilan paling tinggi dalam proses naik banding dan MA juga menangani sengketa di pengadilan-pengadilan yang lebih rendah. Tahun 2003 sebuah Mahkamah baru dibentuk, yaitu Mahkamah Konstitusi. MK memonitor keputusan-keputusan yang dibuat oleh kabinet dan parlemen (MPR) dan posisinya sejajar dengan Konstitusi Indonesia. Sebagian besar kasus-kasus legal dapat ditangani oleh pengadilan umum, pengadilan administrasi, pengadilan agama dan pengadilan militer.

Sebuah Komisi Yudisial mengawasi pemeliharaan jabatan, martabat dan perilaku hakim-hakim Indonesia. Ada banyak laporan Bahwa lembaga peradilan di Indonesia tidak bebas dari korupsi dan tidak sepenuhnya independen dari cabang-cabang politik lain.