5 September 2025 (closed)
Jakarta Composite Index (7,867.35) -18.51 -0.23%
Waspadalah terhadap penipu yang aktif di WA mengatasnamakan Indonesia Investments
Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia
Konsumsi rumah tangga adalah fondasi terpenting ekonomi Indonesia. Dengan populasi yang besar dan semakin makmur, masyarakat Indonesia membelanjakan lebih banyak uang untuk beragam produk dan jasa, sehingga konsumsi rumah tangga menjadi mesin terbesar pertumbuhan ekonomi nasional. Ketika permintaan terhadap produk dan jasa meningkat, produksi juga harus bertambah, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan memicu siklus pertumbuhan yang positif.
Konsumsi rumah tangga, yang didefinisikan sebagai total uang yang dihabiskan oleh seluruh rumah tangga di suatu negara untuk barang dan jasa bagi penggunaan mereka sendiri, umumnya dibagi menjadi tiga kategori utama:
- Barang tahan lama (durable goods): Ini adalah barang-barang yang diperkirakan akan bertahan lama (lebih dari tiga tahun). Contohnya meliputi mobil, mebel, peralatan rumah tangga, dan elektronik.
- Barang tidak tahan lama (non-durable goods): Ini adalah barang-barang yang dikonsumsi dengan cepat atau memiliki masa pakai yang pendek. Contohnya meliputi makanan, pakaian, bahan bakar, dan obat-obatan.
- Jasa (services): Kategori ini mencakup semua pembayaran untuk layanan yang disediakan oleh pihak lain. Contohnya adalah potong rambut, janji medis, tiket bioskop, transportasi umum, dan sewa tempat tinggal.
Tinjauan Umum Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia
Konsumsi rumah tangga secara konsisten berkontribusi sekitar 55 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, menjadikannya pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional. Proporsi ini sebenarnya lebih tinggi daripada di banyak negara lainnya, yang menyoroti peran penting permintaan domestik bagi perekonomian Indonesia.
Di tengah gejolak ekonomi global, hal ini menjadi keuntungan karena pasar domestik yang kuat memastikan aktivitas ekonomi tetap stabil.
Secara umum, selama beberapa dekade terakhir, kita telah melihat pertumbuhan populasi kelas menengah di Indonesia. Hal ini sangat penting bagi konsumsi rumah tangga karena kelas menengah adalah konsumen utama barang-barang sekunder (discretionary goods). Peningkatan kelompok ini menandakan stabilitas ekonomi jangka panjang dan pertumbuhan konsumsi.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul kekhawatiran mengenai kekuatan kelas menengah Indonesia. Beberapa laporan mengklaim bahwa jumlah kelas menengah menyusut, yang tercermin dari pergeseran pola belanja sebagai respons terhadap tekanan ekonomi dan kondisi pasca-krisis COVID-19. Pola belanja konsumen tampaknya telah sedikit berubah karena terjadi penurunan nyata pada pengeluaran barang-barang sekunder bernilai tinggi seperti mobil, sementara pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti makanan dan bahan bakar tetap stabil. Ini mengindikasikan pola pikir konsumen yang lebih berhati-hati.
Sementara itu, Indonesia telah mengalami transformasi digital yang pesat sejak awal tahun 2010-an. Munculnya platform digital yang cepat, termasuk e-commerce dan dompet digital, secara fundamental membentuk kembali cara masyarakat Indonesia mengonsumsi barang dan jasa. Pembayaran digital menjadi metode yang semakin disukai, dan terjadi peningkatan signifikan dalam pinjaman digital, yang berpotensi memengaruhi pola konsumsi di masa depan dan meningkatkan inklusi keuangan.
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia
Selalu diharapkan agar pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Indonesia berada di atas 5.0 persen (tahun-ke-tahun). Angka pertumbuhan ini dianggap dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduk lokal untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada laju yang tinggi dan menghindari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap).
Sayangnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami kesulitan untuk tumbuh di atas 5.0 persen (tahun-ke-tahun) dalam beberapa tahun terakhir (lihat Tabel 1).
Tabel 1; Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia (persentase perubahan tahunan):
2019 | 2020 | 2021 | 2022 |
2023 | 2024 | 2025 | |
Triwulan I | +5.02% | +2.83% | -2.22% | +4.35% | +4.53% | +4.91% | +4.95% |
Triwulan II | +5.18% | -5.52% | +5.96% | +5.52% | +5.22% | +4.93% | +4.97% |
Triwulan III | +5.01% | -4.05% | +1.02% | +5.40% | +5.05% | +4.91% | |
Triwulan IV | +4.97% | -3.61% | +3.56% | +4.50% | +4.47% | +4.98% | |
Tahun | +5.04% | -2.63% | +2.01% | +4.94% | +4.82% | +4.94% |
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Poin menarik untuk dicatat bahwa Tabel 1 menunjukkan kontraksi konsumsi rumah tangga selama empat kuartal berturut-turut antara Q2-2020 dan Q1-2021. Ini merupakan dampak dari pembatasan sosial dan bisnis yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menekan penyebaran COVID-19. Ini adalah peristiwa langka di mana konsumsi rumah tangga anjlok secara drastis (kontraksi serupa juga terjadi selama Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997-1998).
Ada tiga puncak konsumsi rumah tangga tradisional di Indonesia setiap tahunnya:
- Periode Ramadan-Idul Fitri: Perayaan Islam yang berlangsung sekitar 35 hari, termasuk libur nasional.
- Perayaan Natal-Tahun Baru: Termasuk libur sekolah selama dua minggu.
- Liburan sekolah 'musim panas': Puncak liburan di paruh kedua bulan Juni dan paruh pertama bulan Juli, di mana banyak orang mengeluarkan uang untuk bepergian, rekreasi, dan hiburan.
Pada acara-acara tersebut, masyarakat menghabiskan banyak uang untuk makanan, minuman, transportasi (bepergian), dan pakaian. Meskipun perayaan Natal-Tahun Baru dan liburan sekolah 'musim panas' selalu jatuh pada tanggal yang sama di kalender Gregorian, periode Ramadan-Idul Fitri bergeser maju sekitar 10 hari (karena kalender Hijriah sekitar 10 hari lebih pendek). Pergeseran ini menyebabkan beberapa gangguan pada data konsumsi rumah tangga, baik secara tahunan maupun bulanan.
Puncak musiman ini sering kali didukung oleh pencairan tunjangan hari raya (THR) dan bonus lainnya, yang membantu meningkatkan daya beli masyarakat.