Minuman dengan kadar alkohol lebih tinggi dari 5% telah dilarang untuk dijual di semua minimarket dan kios. Minuman jenis ini (dan mulai saat ini juga minuman beralkohol golongan A) hanya bisa dibeli di supermarket dan hypermarket yang berizin. Pemerintah memperkenalkan larangan ini sebagai usaha untuk 'melindungi moral dan kebudayaan masyarakat Indonesia'. Karena ada banyak minimarket dan kios di Indonesia, mudah bagi para siswa atau pelajar untuk membeli minuman beralkohol kadar rendah di toko-toko yang terletak dekat dengan sekolah-sekolah mereka. Terlebih lagi, sudah ada pandangan negatif mengenai alkohol di Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas Muslim karena konsumsi zat memabukkan (terutama minuman beralkohol) pada umumnya dilarang di Qur'an. Kendati begitu, ada jutaan Muslim tradisional (yang tidak terlalu religius) yang hidup di Indonesia, maka konsumsi bir di Indonesia telah meningkat dalam tahun-tahun terakhir karena banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari gaya hidup urban.

Peraturan Perdagangan yang disebutkan di atas pada dasarnya berarti orang-orang tidak bisa lagi membeli bir, breezer, dan minuman-minuman beralkohol kadar rendah di minimarket-minimarket seperti 7-Eleven, Circle K, Indomaret dan Alfamart yang tersebar di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Setelah peraturan ini mulai ditetapkan di Januari, semua minimarket dan kios ini diberikan periode waktu tiga bulan untuk menyingkirkan stok yang ada. Karena itu, mulai 16 April 2015 penjualan minuman beralkohol dilarang samasekali di semua minimarket dan kios Indonesia.

Selain membeli minuman beralkohol di supermarket dan hypermarket, konsumen juga bisa membeli minuman-minuman ini di kafe-kafe dan restoran-restoran. Kendati begitu, pembelian ini relatif mahal karena peraturan saat ini mengharuskan para penjual ini untuk membayar tambahan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, selain biaya jasa standar 11%. Di 2014, Pemerintah Indonesia mengumpulkan Rp 6,1 triliun dari pajak cukai untuk minuman beralkohol.

Keberatan atas larangan ini terutama datang dari wilayah-wilayah tujuan pariwisata asing, seperti Bali. Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengurus Ritel Indonesia (Aprindo), menyatakan pada awal tahun ini bahwa larangan ini bisa menganggu sektor pariwisata Indonesia. Walaupun pada umumnya minimarket hanya berkontribusi untuk 1% atau 2% dari penjualan total bir, di tempat-tempat tujuan wisata tertentu di Indonesia angka ini naik 20%. Terlebih lagi, Rahanta mengklaim bahwa larangan ini akan meningkatkan distribusi minuman beralkohol ilegal.

Bahas