Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini Federal Reserve

  • Bank Indonesia Tidak Ubah Suku Bunga Selama 5 Bulan Berturut-Turut

    Seperti yang telah diprediksi, Bank Indonesia tidak mengubah tingkat suku bunganya pada pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (14/07). BI rate yang menjadi acuan dipertahankan pada 7,50%, sementara fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) dan suku bunga lending facility dipertahankan masing-masing pada 5,50% dan 8,00%. Bank Indonesia meyakini bahwa kondisi tingkat suku bunga saat ini sejalan dengan upaya untuk menurunkan inflasi dan juga mendukung rupiah yang melemah menjelang perkiraan pengetatan moneter lebih lanjut oleh Amerika Serikat (AS) di kemudian hari pada tahun ini.

    Lanjut baca ›

  • Saham Indonesia Meningkat karena Yunani; Rupiah Melemah karena Fed Hike

    Sejalan dengan tren global, saham Indonesia terus naik pada Selasa (14/07). Kebanyakan indeks-indeks saham (di seluruh dunia) terus bergerak dalam wilayah hijau setelah Yunani yang dibebani banyak hutang mencapai kesepakatan dengan kreditor internasionalnya - setelah pertemuan darurat selama 17 jam - untuk sebuah paket penghematan yang akan tetap mempertahankan Yunani di dalam zona euro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah naik 0,60% menjadi 4.923,36 poin pada pukul 11:45 WIB pada hari Selasa.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Diprediksi Belum Akan Memotong Tingkat Suku Bunga

    Kebanyakan analis setuju bahwa Bank Indonesia akan mempertahankan tingkat suku bunga yang sama dalam pertemuan Dewan Gubernur yang dijadwalkan untuk dilaksanakan pada hari Selasa 14 Juli 2015. Bank sentral Indonesia dipediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 7,50%, fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) pada 5,50%, dan suku bunga lending facility pada 8,00% karena tingkat inflasi Indonesia telah meningkat cepat baru-baru ini sementara rupiah mengalami tekanan karena faktor-faktor eksternal.

    Lanjut baca ›

  • IMF Memotong Proyeksi Global; BI Memprediksi Pertumbuhan Datar di Kuartal II

    International Monetary Fund (IMF) memotong proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2015 menjadi 3,3% pada basis year-on-year (y/y), dari 3,5% (y/y) sebelumnya, karena musim dingin yang keras mempengaruhi Amerika Serikat (AS) dan sejalan dengan itu menarik turun pertumbuhan global. Di kuartal 1 tahun 2015, perekonomian AS berkontraksi 0,2% (y/y). Terlebih lagi, kekacauan di Yunani dan Republik Rakyat Tiongkok menyebabkan volatilitas yang besar dalam pasar keuangan global, lembaga yang bermarkas di Washington ini menyatakan dalam sebuah update World Economic Outlook (WEO) pada hari Kamis (09/07).

    Lanjut baca ›

  • Indonesia’s Foreign Exchange Reserve’s Continue to Decline

    Indonesia’s foreign exchange reserves fell USD $2.8 billion to USD $108.0 billion at the end of June 2015 (from USD $110.8 billion one month earlier). This fall was caused by foreign debt repayment and the use of foreign exchange to stabilize the rupiah exchange rate. Due to external pressures (particularly looming further monetary tightening in the USA this year and the possible Greek exit from the euro), the rupiah is the worst performing Asian currency tracked by Bloomberg so far in 2015, weakening about 7 percent against the US dollar.

    Lanjut baca ›

  • Perekonomian Indonesia: Revisi Pertumbuhan PDB, Kredit & Rupiah

    Pemerintah Indonesia merevisi target pertumbuhan perekonomian 2015. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menyatakan pada hari Jumat (03/07) bahwa target Pemerintah yang sebelumnya 5,8% pada basis year-on-year (y/y) terlalu tinggi dan tidak realistis mengingat konteks perekonomian internasional dan domestik yang tidak kondusif. Pemerintah merevisi turun target pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2015 menjadi 5,2% (y/y). Djalil mengatakan bahwa perekonomian global diproyeksi untuk bertumbuh 2,9% (y/y) di 2015 dari perkiraan awal 3,5% (y/y).

    Lanjut baca ›

  • Eric Sugandi: Rupiah Indonesia Mungkin Akan Sentuh Rp 13.900 per Dollar AS

    Eric Sugandi, Chief Economist dari Standard Chartered Bank, memprediksi bahwa rupiah akan melemah menjadi Rp 13.900 per dollar Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun ini dari Rp 13.339 pada hari ini (29/06) karena dampak dari momentum bullish dollar AS menjelang pengetatan moneter di AS dan ancaman keluarnya Yunani dari zona euro. Sebenarnya, ini adalah prognosa konservatif. Apabila bank sentral Indonesia tidak meningkatkan suku bunga acuannya (BI rate), sekarang pada 7,50%, tekanan terhadap rupiah mungkin akan meningkat nyata secara lebih lanjut.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Tak Ubah BI Rate pada 7,50% di Pertemuan Kebijakan Juni

    Sejalan dengan prediksi pasar, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tidak mengubah suku bunga acuannya (BI rate) yang tetap pada 7,50% di hari Kamis (18/06). Bank Indonesia tetap berkomitmen pada posisi moneternya yang relatif ketat dalam usaha melawa percepatan inflasi, membatasi defisit transaksi berjalan Indonesia yang lebar, dan mendukung rupiah yang sedang melemah. Bank sentral juga menetapkan tingkat fasilitas simpanan bank Indonesia (Fasbi) dan suku bunga lending facility masing-masing pada 5,50% dan 8,00%.

    Lanjut baca ›

  • Saham Indonesia Naik Kembali karena Pembelian Asing namun Rupiah Jatuh

    Saham Indonesia naik kembali pada hari Selasa (16/06). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,72% menjadi 4.872,60 poin dikarenakan oleh pembelian bersih netto oleh pihak asing. IHSG naik kembali dari posisi kemarin yang merupakan level terendah selama 13 bulan terakhir. Para investor jangka menengah dan panjang kini memiliki kesempatakan besar untuk menemukan saham pada harga murah (terutama saham yang tidak terlalu terpengaruh oleh melemahnya rupiah).

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Stocks Falling on Possible Greece Exit & Fed Meeting

    In line with the performance of most other stock indices in Asia today (15/06), Indonesia’s benchmark Jakarta Composite Index (IHSG) fell over one percent in the first trading session. Primary reasons for this weak performance are concerns about stalled negotiations between Greece and its Eurozone creditors. Negotiations broke down without a deal on the bailout aid causing raising worries about a Greek default on its debt (a payment is due at the end of this month) as well as a Greek exit from the Eurozone (“Grexit”).

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru Federal Reserve

  • Indonesia Stock Market & Rupiah Update: US Payrolls & Rate Hike Expectations Surge

    Indonesian assets weakened on Friday (06/11) on expectation that US non-farm payrolls and US employment data would improve, suggesting that a Fed Fund Rate hike may occur in December 2015. Such expectations were correct. After Indonesian and other Asian markets had closed on Friday, the US Labor Department announced that October payrolls rose 271,000 (the largest increase this year), while the US unemployment rate touched a seven-year low at 5 percent. Furthermore, the average hourly earnings over the past 12 months climbed by the most since 2009.

    Lanjut baca ›

  • Apakah Bank Indonesia Memiliki Ruang untuk Memotong Suku Bunga Acuannya?

    Karena tingkat inflasi Indonesia telah menurun menjadi 6,25% pada basis year-on-year (y/y) pada bulan Oktober 2015 dari 6,83% (y/y) di bulan sebelumnya, dan karena inflasi Indonesia akan semakin menurun secara mencolok di dua bulan terakhir tahun 2015 yang disebabkan oleh menghilangnya dampak dari kenaikan harga bahan bakar bersubsidi pada November 2014, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tampaknya memiliki ruang untuk memotong suku bunga acuannya yang relatif tinggi saat ini, sehingga memungkinkan akselerasi aktivitas ekonomi.

    Lanjut baca ›

  • International Monetary Fund Cuts Global Growth on Slowing Emerging Markets

    In the latest edition of its flagship publication, the World Economic Outlook (WEO), the International Monetary Fund (IMF) says it is concerned that sluggish global economic growth will persist in the foreseeable future particularly on the back of slowing growth in emerging markets (which account for the lion's share of global growth). The IMF's forecast for global growth in 2015 and 2016 was both cut by 0.2 percentage point to 3.1 percent (y/y) and 3.6 percent (y/y), respectively, from the July WEO Update. In 2014, the world economy grew 3.4 percent (y/y).

    Lanjut baca ›

  • Weak US Employment Data Means No Fed Rate Hike in 2015?

    After the release of US non-farm payrolls on Friday (02/10) markets are starting to doubt whether the Federal Reserve has room to raise its key Fed Fund Rate at all in 2015. In September a total of 142,000 jobs were added to the US economy, well below the market consensus of 201,000. Moreover, August non-farm payrolls were revised down to 136,000 (from 173,000 initially). It was the first time since mid-2013 that US jobs grew at such a slow pace in two consecutive months. So far in 2015 US non-farm payrolls grew at an average of 198,000 per month, significantly down from the average growth pace of 260,000 per month last year.

    Lanjut baca ›

  • Market Update: Why Indonesian Stocks & Rupiah Strengthen on Friday?

    After a real roller coaster ride, Indonesia’s benchmark stock index (Jakarta Composite Index) climbed 0.35 percent to 4,446.20 points at the end of the trading week. The majority of key stock indices across the globe tended to strengthen on Friday after a week characterized by severe volatility amid concern about the economic situation in China.

    Lanjut baca ›

  • Press Release Bank Indonesia: BI Rate Held at 7.50% in August 2015

    During Bank Indonesia’s Board of Governors it was decided on 18th August 2015 to hold the BI Rate at 7.50 percent, while maintaining the Deposit Facility rate at 5.50 percent and the Lending Facility rate at 8.00 percent. The decision is consonant with efforts to control inflation within the target corridor of 4±1 percent in 2015 and 2016. In the short term, Bank Indonesia (BI) is focused on efforts to stabilize the rupiah amid uncertainty in the global economy, by optimizing monetary operations in the rupiah and the foreign exchange market.

    Lanjut baca ›

  • Weaker Yuan Likely to Weigh on Indonesian Businesses

    For most of this year, the financial media has held a generally positive tone. There have been some exceptions in cases like the Eurozone which is still mired in a deeply divided sovereign debt crisis. But for most of the world, 2015 has been a positive period in terms of general growth in their broad trends. So it might be easy for macro investors to assume that most markets are currently establishing themselves in the bullish direction.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Rupiah Headed for more Declines against US Dollar

    For most of this year, the Indonesian rupiah has met selling pressure against the US Dollar. Year-to-date price activity in the USD/IDR shows a rise from below IDR 12,250 to new highs above IDR 13,330 per US dollar. For Indonesian export companies, this is great news as it means that their products will be cheaper for foreign consumers to buy. For the domestic economy, this creates a different set of implications as it also makes it less likely that foreign investors will be looking to buy into Indonesian assets.

    Lanjut baca ›

  • Penjelasan Defisit Transaksi Berjalan Indonesia

    Sejak akhir 2011 Indonesia telah dibebani oleh defisit transaksi berjalan struktural yang menguatirkan baik para pembuat kebijakan maupun para investor (asing). Meskipun pihak berwenang di Indonesia telah mengimplementasikan reformasi kebijakan dan penyesuaian perekonomian di beberapa tahun terakhir, defisit transaksi berjalan Indonesia hanya sedikit berubah di 2015. Baik Bank Dunia maupun Bank Indonesia memprediksi bahwa defisit transaksi berjalan akan tetap berada sedikit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) di 2015, sangat dekat dengan batasan yang memisahkan defisit yang sustainable dan yang unsustainable.

    Lanjut baca ›

  • Update Keuangan Indonesia: Rupiah Jatuh akibat Perubahan Ekspektasi Global

    Kalau kita memperhatikan aktivitas jangka panjang rupiah, kita telah melihat kekuatan yang mengejutkan dalam aktivitas beberapa bulan terakhir. Hal ini mengejutkan karena beberapa alasan yang berbeda dan tidak serupa dengan keadaan pasar negara berkembang lain di Asia. Secara esensial ini menyarankan bahwa aktivitas perekonomian di wilayah ini telah agak kurang berhubungan dan bahwa trend yang tampak di satu negara tidak bisa diprediksi sama di negara lain. Namun ketika kita melihat grafik aktivitas di rupiah sendiri, kita bisa melihat trend secara umum telah mulai berubah di dua bulan terakhir.

    Lanjut baca ›

No business profiles with this tag